Ketimpangan Akses Teknologi sebagai Hambatan Komunikasi dalam Pembelajaran Jarak Jauh

waktu baca 3 minutes
Minggu, 14 Des 2025 23:01 0 Nazwa

OPINI | TD — Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang diterapkan selama pandemi COVID-19 menjadi solusi utama agar proses pendidikan tetap berlangsung. Teknologi digital kemudian berperan sebagai penghubung utama antara guru dan murid. Namun, di balik peran strategis tersebut, muncul persoalan mendasar yang tidak dapat diabaikan, yaitu ketimpangan akses teknologi. Ketimpangan ini menjadi salah satu hambatan utama dalam komunikasi pendidikan dan berpengaruh langsung terhadap efektivitas pembelajaran serta pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dalam dunia pendidikan, komunikasi merupakan elemen penting yang menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Komunikasi yang efektif menuntut adanya interaksi dua arah antara guru dan murid, disertai umpan balik yang jelas dan cepat. Pada sistem pembelajaran jarak jauh, komunikasi pendidikan sepenuhnya bergantung pada ketersediaan perangkat digital dan kualitas jaringan internet. Sayangnya, tidak semua siswa memiliki fasilitas tersebut secara memadai. Perbedaan kondisi sosial dan geografis menyebabkan akses teknologi tidak dapat dinikmati secara merata oleh seluruh peserta didik.

Di berbagai daerah, terutama wilayah pedesaan dan terpencil, akses internet masih menjadi permasalahan utama. Jaringan yang tidak stabil, kecepatan internet yang rendah, hingga biaya kuota yang relatif mahal membuat siswa kesulitan mengikuti pembelajaran daring. Selain itu, keterbatasan kepemilikan perangkat seperti smartphone, laptop, atau tablet juga menjadi kendala serius. Banyak siswa yang harus berbagi perangkat dengan anggota keluarga lain, sehingga waktu belajar menjadi terbatas dan tidak optimal. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketimpangan akses teknologi tidak hanya berkaitan dengan jaringan, tetapi juga dengan kemampuan ekonomi keluarga.

Ketimpangan tersebut berdampak langsung pada kualitas komunikasi dalam pembelajaran jarak jauh. Koneksi internet yang buruk sering kali mengganggu proses penyampaian materi, menyebabkan suara terputus, gambar terhenti, atau materi tidak tersampaikan secara utuh. Akibatnya, siswa berpotensi mengalami kesalahpahaman terhadap penjelasan guru. Padahal, komunikasi pendidikan yang ideal menuntut kejelasan pesan dan pemahaman yang sama antara pengirim dan penerima pesan.

Selain itu, keterbatasan akses teknologi juga menghambat terjadinya umpan balik yang cepat. Siswa yang mengalami kendala perangkat atau kuota internet sering kali terlambat mengumpulkan tugas atau kesulitan mengajukan pertanyaan. Hal ini dapat memengaruhi penilaian akademik serta menurunkan kepercayaan diri siswa. Tidak hanya itu, pembelajaran jarak jauh juga membatasi komunikasi nonverbal, seperti ekspresi wajah, gestur, dan kontak mata, yang memiliki peran penting dalam membangun kedekatan emosional, motivasi, serta semangat belajar siswa.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi pendidikan akibat ketimpangan akses teknologi, diperlukan peran aktif dari berbagai pihak. Pemerintah perlu memprioritaskan pemerataan infrastruktur digital serta memperluas jangkauan jaringan internet hingga ke daerah terpencil. Program bantuan kuota internet gratis dan penyediaan perangkat digital bagi siswa dari keluarga kurang mampu perlu terus dilanjutkan dan dievaluasi agar tepat sasaran.

Di sisi lain, peningkatan literasi digital bagi guru juga menjadi hal yang penting. Guru diharapkan mampu merancang media pembelajaran yang lebih fleksibel, sederhana, dan dapat diakses meskipun dengan keterbatasan teknologi. Siswa pun perlu dibekali pemahaman mengenai pemanfaatan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab agar proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif.

Pembelajaran jarak jauh tidak harus sepenuhnya dilakukan secara daring. Sekolah dapat mengombinasikan metode online dengan tugas-tugas offline sebagai alternatif bagi siswa yang mengalami kendala akses teknologi. Dengan upaya kolaboratif tersebut, hambatan komunikasi dalam pembelajaran jarak jauh diharapkan dapat diminimalkan, sehingga tujuan pendidikan tetap dapat tercapai secara adil dan merata bagi seluruh siswa.

Penulis: Kesya Amyra Firjani Ersanto
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

LAINNYA