BANTEN | TD — Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan mantan Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai 1 pada Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai Soekarno-Hatta berinisial QAB sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan.
“Hasil pemeriksaan QAB telah diduga keras berdasarkan bukti yang cukup telah melakukan tindak pidana korupsi dugaan pemerasan dan/atau pungli,” kata Asisten Intelijen Kejati Banten Adhyaksa Darma Yulianto dalam keterangan tertulis yang diterima TangerangDaily, Jumat 4 Februari 2022.
QAB ditetapkan tersangka setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap QAB pada Kamis pagi pukul 10.00 WIB di ruang pemeriksaan bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Banten di Serang.
Maka pada hari ini juga, Adhyaksa mengatakan, QAB ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Banten.
Tersangka QAB disangka melanggar pasal 12 huruf e dan/atau pasal 11 dan/atau pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 421 KUHP jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dugaan pungli dan pemerasan ini terungkap berdasarkan laporan Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait dugaan pungli dua pejabat Bea Cukai Soekarno-Hatta sebesar Rp1,7 miliar.
Menurut Boyamin, MAKI telah melaporkan kasus ini ke Kejati Banten pada 8 Januari 2022. “Korban pungli ini adalah perusahaan jasa kurir di bandara internasional itu.”
Boyamin mengatakan pemerasan/pungli ini diduga dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bea dan Cukai berdinas di Bandara Soekarno Hatta Tangerang. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan April 2020 hingga bulan April 2021 atau tepatnya selama setahun. “Dugaan pemerasan / pungli tersebut dilakukan dengan modus melakukan penekanan kepada sebuah perusahaan jasa kurir ( PT. SQKSS),” ujarnya.
Dugaan penekanan untuk tujuan pemerasan/pungli tersebut berupa ancaman tertulis maupun verbal/lisan, tertulis berupa surat peringatan tanpa alasan yang jelas dan verbal berupa ancaman penutupan usaha perusahaan tersebut, semua dilakukan oknum tersebut dengan harapan permintaan oknum pegawai dipenuhi oleh perusahaan.
Oknum tersebut, kata Boyamin, diduga meminta uang setoran sebesar Rp5.000 per kilogram barang kiriman dari luar negeri akan tetapi pihak perusahaan jasa kurir hanya mampu memberikan sebesar Rp1.000 per kilogram. Akibatnya, usahanya terus mengalami gangguan selama satu tahun, baik verbal maupun tertulis.
Dalam pelaksanaan Operasi Intelijen, kata Adyaksa, pihaknya melakukan Puldata dan Pulbaket dengan cara meminta keterangan terhadap 11 orang ASN Bea dan Cukai maupun pihak swasta.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Banten Ivan Hebron Siahaan mengatakan dalam laporan ke Kejati Banten MAKI menyebutkan dua oknum pejabat Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta Tangerang yaitu QAB memerintahkan VIM untuk meminta sejumlah uang dengan tarif Rp1.000 per kilogram atau Rp2.000 per kilogram dari setiap tonase/bulan importasi Shopee, dengan cara menekan melalui surat peringatan, surat teguran dan ancaman untuk membekukan operasional TPS dan mencabut izin operasional. (Faraaz/Rom)