SERANG | TD — Kejaksaan Tinggi Banten (Kejati Banten) menegaskan bahwa pemanggilan Tubagus Chaeri Wardana, alias Wawan, suami dari calon gubernur Banten, Airin Rachmi Diany, dalam kasus dugaan korupsi lahan sport center bukanlah bentuk politisasi hukum. Hal ini disampaikan oleh Plh Asisten Intelijen Kejati Banten, Aditya Rakatama, yang memastikan bahwa Wawan tidak terlibat dalam kontestasi politik saat ini, baik sebagai calon gubernur, bupati, maupun wali kota.
“Kami menyampaikan bahwa penegakan hukum yang kami lakukan adalah murni tanpa pengaruh politik. Pemanggilan saksi bertujuan untuk mengumpulkan alat bukti yang relevan,” jelas Aditya dikutip dari Detik.com, Sabtu, 23 November 2024.
Selain Wawan, Fahmi Hakim yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Banten juga dipanggil sebagai saksi. Aditya menjelaskan bahwa pemanggilan Fahmi Hakim sebelumnya ditunda karena ia sedang terlibat dalam kontestasi Pemilu. Kini, setelah menjabat, pemanggilan dilakukan untuk memberikan keterangan dalam kasus dugaan korupsi aset Situ Ranca Gede Jakung.
Kasus korupsi Situ Ranca Gede Jakung merupakan pengembangan dari penyidikan sebelumnya, di mana Kejati Banten tidak hanya memanggil Fahmi Hakim, tetapi juga pihak-pihak swasta terkait. Saat ini, kasus ini sedang dalam proses penyidikan, dan beberapa saksi lainnya juga dipanggil.
Aditya menegaskan bahwa semua individu yang dipanggil dalam kapasitas saksi, bukan sebagai tersangka. Meskipun beberapa saksi tidak dapat hadir pada pemanggilan tersebut, mereka sudah mengajukan izin untuk diagendakan ulang.
Dalam konteks lebih luas, Kejati Banten juga sedang menangani kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan sport center di Desa Kemanisan, Kecamatan Curug, yang berlangsung dari 2008 hingga 2011. Selain Wawan dan Fahmi Hakim, nama-nama lain yang terlibat dalam pemanggilan saksi antara lain Erwin Prihandini, Deddy Suandi, Iwan Hermawan, Dadang Prijatna, dan Petri Remos.
Kasus Situ Ranca Gede juga sedang dalam proses pengadilan, di mana terdakwa eks Kepala Desa Babakan, Johadi, dituduh menerima gratifikasi untuk mempermudah pembebasan lahan seluas 250 ribu meter persegi yang seharusnya digunakan sebagai kawasan industri. Johadi diduga menerima uang sebesar Rp 700 juta dari pihak yang ditunjuk untuk tim pembebasan lahan.
Dengan penegasan ini, Kejati Banten berharap masyarakat memahami bahwa langkah hukum yang diambil adalah sepenuhnya demi penegakan hukum yang adil dan transparan. (*)