Kashmir: Keindahan yang Terkoyak oleh Luka Warga Sipil

waktu baca 3 minutes
Jumat, 9 Mei 2025 09:03 1 Elvira

JAKARTA | TD –  Di balik keindahan alam Kashmir, terdapat kisah kesedihan dan luka yang mendalam bagi warga sipil yang terjebak dalam kekerasan. Bukan hanya militer yang terlibat dalam konflik ini, tetapi juga mereka yang datang ke Kashmir untuk mencari kedamaian. Mereka adalah para turis, orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang konflik, namun menjadi korban dalam perjalanan hidup mereka.

Neeraj Udhwani: Liburan yang Berubah Menjadi Kenangan Kelam
Neeraj Udhwani (33) datang ke Kashmir bersama istrinya setelah menghadiri pernikahan, dengan harapan menikmati liburan singkat yang menyenangkan. Namun, saat sedang bersama istrinya, kekerasan tak terduga merenggut hidupnya. Istrinya, Aarushi, menemukan Neeraj tak bernyawa, dan dalam sekejap, kebahagiaan berubah menjadi kedukaan. Kini, keluarga Neeraj hanya mendambakan satu hal: keadilan atas kehilangan yang tak berdosa.

Sanjay Lele dan Dua Sepupu: Liburan yang Berakhir dengan Tragedi
Sanjay Lele bersama dua sepupunya dan keluarganya pergi ke Kashmir untuk menghabiskan waktu bersama. Namun, ketenangan mereka dihancurkan dalam sekejap. Sanjay ditembak di kepala, Atul, sepupunya, di perut, dan Hemant di dada. Ketiganya meninggal seketika. Mereka adalah turis yang hanya ingin menikmati keindahan Kashmir, tetapi kekerasan ini membuat mereka menjadi korban dalam konflik yang jauh dari pemahaman mereka.

Shailesh Himmat Kalathiya: Liburan yang Berubah Jadi Duka Mendalam
Shailesh Himmat Kalathiya datang ke Pahalgam bersama keluarga untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-46. Namun, saat perjalanan keluarga yang semestinya menjadi kenangan indah, mereka pulang dengan kehilangan yang mendalam. Shailesh yang datang bersama istri dan dua anaknya, hanya pulang bertiga setelah tragedi penembakan yang menimpa mereka.

Kehilangan yang Tak Terucapkan
Cerita-cerita ini bukan sekadar statistik atau laporan media, mereka adalah kisah nyata tentang manusia—suami, ayah, saudara—yang kehilangan nyawa karena kekerasan yang tidak mereka pilih. Mereka menjadi korban hanya karena berada di tempat yang salah pada waktu yang salah. Konflik ini tidak membedakan antara penduduk lokal atau pengunjung, antara militan atau turis.

Warga sipil di Kashmir terus menjadi korban kekerasan yang terjadi di tengah konflik bersenjata dan serangan teror. Mereka, yang hanya ingin menjalani kehidupan dengan damai, dipaksa menjadi bagian dari kisah kekerasan yang melanda wilayah ini. Banyak dari mereka yang meninggal tidak dikenang sebagai individu, melainkan sebagai bagian dari statistik atau laporan yang segera dilupakan.

Kemana Kemanusiaan Kita Pergi?
Kekerasan yang berlarut-larut di Kashmir semakin merenggut nilai-nilai kemanusiaan. Konflik ini sering kali dilihat dari sudut pandang politik, agama, dan kekuasaan, namun kisah ini adalah kisah kemanusiaan yang harus didengar. Keluarga yang kehilangan orang terkasih, anak-anak yang tidak bisa memahami kenapa ayah mereka tidak pulang, dan ibu-ibu yang merindukan suaminya—semua ini harus menjadi pengingat bagi kita bahwa yang paling penting adalah keadilan untuk mereka yang telah pergi dan perdamaian untuk yang masih tinggal.

Kita perlu bertanya: sampai kapan warga sipil akan terus menjadi korban dari konflik yang tidak mereka pilih? Sampai kapan kekerasan dianggap sebagai bagian dari dampak sampingan dari perang yang tidak mereka pahami?

Kashmir membutuhkan lebih dari sekadar solusi politik. Ia membutuhkan keadilan untuk mereka yang telah pergi, serta ruang aman untuk mereka yang masih tinggal. Di atas semua itu, Kashmir membutuhkan dunia untuk berdiri bersama, mendengarkan suara kemanusiaan, dan tidak membiarkan kekerasan diterima begitu saja.

Kashmir adalah sebuah peringatan tentang bagaimana kita harus menjaga kemanusiaan di atas segala hal—karena ketika kekerasan menjadi hal biasa, kita semua perlahan kehilangan sisi kemanusiaan kita. (*)

LAINNYA