Opini

Jambore Sanitasi, Kaum Milenial dan Krisis Ekologis

162
Para peserta lomba menggambar poster pada Jambore Sanitasi memamerkan hasil karyanya sebelum dinilai oleh dewan juri. Lomba tersebut digelar Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang di aula Masjid Agung Al Amjad, Tigaraksa, Selasa, 31 Oktober 2023. (Foto : Mohamad Romli/TangerangDaily)
Bagikan:

OPINI | TD — Generasi muda, terutama kaum milenial, memiliki peran yang sangat penting untuk menyelamatkan bumi dari krisis ekologis.

Problem pengelolaan sampah yang sampai hari ini belum menemukan kata tuntas, pencemaran air dan tanah, menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan memicu terjadinya degradasi kualitas kehidupan.

Sanitasi yang baik menjadi kebutuhan penting untuk menjamin derajat kesehatan yang baik juga, kebutuhan air bersih, udara yang sehat, serta lingkungan yang sehat sebuah keniscayaan di tengah krisis ekologis yang kian hari kian mengkhawatirkan.

Generasi muda, terutama kaum milenial pun menjadi harapan sekaligus garda terdepan untuk menjadi agen perubahan dalam ikhtiar menyelamatkan bumi yang kian sekarat.

Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang memulai ikhtiar membangun kesadaran kaum milenial pentingnya memiliki cara pandang ekosentris (mengutamakan lingkungan hidup) melalui Jambore Sanitasi.

Sepintas acara yang dikemas selama dua hari pada Senin dan Selasa, 30-31 Oktober 2023 tersebut hanya tampak seperti acara biasa, tetapi ketika menyimak kesungguhan sekitar 100 peserta yang berasal dari pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tangerang dalam menuangkan ide, keprihatinan, juga kegelisahan mereka ke dalam bentuk poster dan karya tulis ilmiah, penulis pun tertegun, bahwa mereka yang seringkali dinilai sebagai generasi yang hanya familiar dengan media sosial dan gadget, ternyata memiliki kegelisahan dalam memotret lingkungannya saat ini, juga masa depan kehidupan di bumi.

Bumi yang Kian Sekarat, Siapa Sebagai Penyelamat?

Kekeringan yang memicu krisis air bersih akibat musim kemarau yang panjang, salah satu bukti bumi tidak sedang baik-baik saja. Pemanasan global memicu anomali iklim dan cuaca, El Nino merupakan dampak dari krisis ekologis yang bermuara pada krisis pangan.

Anomali cuaca kini menjadi topik pembicaraan tak hanya oleh para pemangku kekuasaan, melainkan juga rakyat jelata, sebab dampaknya begitu nyata. Para pemangku kekuasaan sibuk berhitung angka-angka kerugian dampak dari kekeringan, kebakaran hutan, gagal panen, kebakaran tempat pembuangan sampah (TPS). Sementara, rakyat jelata gelisah oleh harga beras dan sembako lainnya yang naik, air sumur yang kering, serta suhu udara yang semakin panas.

Sementara, di tengah hiruk pikuk dan kesibukan menanggulangi dampak dari kekeringan tersebut, pada kesempatan yang sama, kita pun berfikir hal sebaliknya yang tak lama lagi akan menjadi rutinitas tahunan, yaitu mengatasi banjir sebagai dampak dari musim hujan. Kekeringan dan banjir menjadi dua peristiwa periodik yang menguras energi kita. Lalu, akan kah selalu demikian?

Kehidupan di bumi seperti menjadi buah simalakama. Namun krisis lingkungan hidup yang sedang terjadi tak juga menggerakkan kesadaran kolektif kita.

Kerisauan seperti ini sedikit terobati ketika menyaksikan secara langsung anak-anak yang menjadi peserta Jambore Sanitasi Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang mencurahkan ide dan gagasannya menyelamatkan kehidupan di bumi.

Meski gagasan-gagasan mereka sederhana, misalnya memperlakukan sampah dengan konsep 3R yakni reuse (Menggunakan kembali sampah sampah yang masih bisa digunakan atau bisa berfungsi lainnya), reduce (Mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan atau memunculkan sampah), recycle (Mengolah kembali sampah atau daur ulang menjadi suatu produk atau barang yang dapat bermanfaat), tetapi ketika gagasan tersebut telah menjadi tindakan nyata, perlahan namun pasti, mulai hadir para generasi baru yang memahami serta bertindak menjadi bagian dari komunitas masyarakat yang sadar lingkungan.

Dunia pendidikan memang memiliki peran serta tanggung jawab yang besar untuk melahirkan generasi baru yang mampu menjawab tantangan zamannya, salah satunya krisis ekologis. Bahkan dari institusi pendidikan, kita berharap, pendidikan karakter yang sering digaungkan pemerintah, salah satunya melahirkan karakter anak yang memiliki perspektif ekosentrisme.

Lahirnya kesadaran untuk berbuat menyelamatkan bumi dari generasi milenial tersebut pertanda masih ada harapan lahirnya para penyelamat bumi di masa kini dan yang akan datang.

Penulis : Mohamad Romli
Redaktur TangerangDaily

Bagikan:
Exit mobile version