EKONOMI | TD — Sun Life Indonesia baru-baru ini merilis edisi kedua dari Indeks Ketahanan Finansial Asia, yang menunjukkan bahwa Gen-Z merupakan generasi yang paling rentan secara finansial di tengah tekanan inflasi yang meningkat. Laporan ini mengungkapkan bahwa banyak dari mereka yang lebih fokus pada rencana keuangan jangka pendek, yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk merencanakan masa depan keuangan yang lebih stabil.
Dalam laporan tersebut, ditemukan bahwa 63% responden dari generasi Baby Boomer merasa aman secara finansial, sementara hanya 49% dari Gen-Z yang merasakan hal yang sama. Selain itu, lebih dari seperempat Gen-Z (29%) tidak mencari nasihat dalam pengambilan keputusan keuangan, meskipun mereka adalah kelompok yang paling membutuhkan bimbingan. Dampak inflasi juga sangat dirasakan, dengan 92% responden mengaku terpengaruh, dan 46% di antaranya mengalami dampak signifikan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Gen-Z menghadapi tantangan yang lebih kompleks dalam mengelola keuangan mereka. Hanya 49% dari mereka yang merasa percaya diri dalam perencanaan finansial, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Milenial (61%) dan Baby Boomer (63%). Sebanyak 58% Gen-Z mengidentifikasi diri sebagai investor konservatif, yang mencerminkan kecenderungan untuk menghindari risiko dan kurangnya pemahaman tentang pentingnya keseimbangan antara risiko dan imbal hasil jangka panjang.
Di tengah tekanan inflasi, fokus masyarakat kini beralih ke tujuan keuangan jangka pendek. Sebanyak 62% responden mengutamakan pengelolaan uang untuk kebutuhan sehari-hari, sementara perencanaan pensiun yang sebelumnya menjadi prioritas kedua kini merosot ke posisi kelima. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memprioritaskan kebutuhan mendesak dibandingkan perencanaan masa depan.
Namun, kesiapan untuk membangun ketahanan finansial jangka panjang masih rendah. Lebih dari separuh responden (55%) belum memiliki rencana keuangan untuk lebih dari 12 bulan ke depan, dan hanya 9% yang mempersiapkan rencana keuangan untuk lebih dari 10 tahun. Ini menandakan perlunya perencanaan jangka panjang yang lebih baik untuk mencapai ketahanan finansial yang berkelanjutan.
Laporan ini juga menyoroti perbedaan mencolok antara individu dengan ketahanan finansial tinggi dan rendah. Mereka yang memiliki ketahanan finansial tinggi dapat menghadapi tantangan ekonomi tanpa mengorbankan tujuan jangka panjang, sementara individu dengan ketahanan rendah lebih fokus pada pelunasan utang dan dana darurat. Hanya 27% dari kelompok ini yang merasa mampu memenuhi kebutuhan jangka pendek, dan 15% yang yakin dapat mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Kah Jing Lee, Chief Client and Distribution Officer Sun Life Indonesia, menekankan pentingnya literasi finansial dan perencanaan yang baik.
“Laporan ini menunjukkan kesenjangan yang semakin jelas antara mereka yang merencanakan masa depan finansial dan mereka yang terjebak dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari<‘ ungkapnya dilansir Kamis, 26 Juni 2025.
“Sun Life berkomitmen untuk menyediakan panduan dan solusi keuangan yang relevan agar masyarakat Indonesia dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih percaya diri,” tambahnya.
Financial Resilience Index edisi kedua dari Sun Life Asia menelusuri tingkat literasi, sikap, dan perilaku keuangan individu di berbagai negara Asia, termasuk Indonesia. Dengan memahami bagaimana seseorang membuat keputusan finansial dan hasil yang mereka capai, kita dapat mengenali faktor-faktor yang membedakan antara mereka yang tangguh secara finansial dan mereka yang rentan, guna membuka jalan menuju ketahanan finansial yang lebih merata.
Pada tahun 2025, hasil riset kami menunjukkan bahwa banyak orang berada dalam kondisi finansial yang rentan akibat inflasi biaya hidup dan ketidakpastian ekonomi. Tekanan ini membuat pengeluaran sehari-hari, pengelolaan anggaran rumah tangga, dan akses layanan kesehatan semakin sulit dijangkau. Akibatnya, tujuan jangka panjang seperti tabungan dan pensiun sering kali ditunda, karena masyarakat memilih untuk fokus pada kebutuhan harian terlebih dahulu. Meski keputusan ini dapat dipahami, konsekuensinya berpotensi menghambat akumulasi kekayaan dan persiapan untuk masa pensiun.
Pada survei ini, 6 dari 10 responden merasa aman secara finansial. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya (56%). Namun, hasil survei menunjukkan bahwa banyak responden yang belum benar-benar siap menghadapi tantangan ekonomi yang mungkin terjadi di masa mendatang. Hal ini dikarenakan sebagian dari mereka tidak memiliki rencana keuangan jangka panjang dan hanya separuh yang merasa mampu bertahan dalam kondisi darurat, dengan begitu kesenjangan antara persepsi dan realitas ketahanan finansial semakin nyata.
Secara positif, semakin banyak individu yang tergolong tangguh secara finansial, mulai mencari cara untuk meningkatkan literasi keuangan, guna menghadapi tantangan finansial yang sedang atau akan dihadapi.
Secara keseluruhan, hasil survei ini menegaskan pentingnya tetap berfokus pada orientasi masa depan di tengah kondisi yang tidak menentu, serta menyusun rencana keuangan yang mampu menjawab kebutuhan saat ini dan di masa mendatang.
Perencanaan keuangan yang menyeluruh dengan dukungan dari penasihat keuangan professional akan memberdayakan individu untuk mengelola keuangan mereka secara lebih bijak, melindungi orang-orang tercinta, serta mendukung terwujudnya tujuan jangka panjang–sesulit apapun tantangannya.
Metodologi Survei
Kriteria Ketahanan Finansial:
Aspek | Ketahanan Finansial Tinggi | Ketahanan Finansial Rendah |
Persepsi terhadap kondisi keuangan | Merasa aman secara finansial | Merasa tidak aman secara finansial |
Perencanaan keuangan | Merencanakan keuangan lebih dari 5 tahun ke depan | Hanya merencanakan beberapa bulan ke depan, atau tidak sama sekali |
Kesiapan menghadapi kondisi tidak terduga | Siap | Tidak siap |
Tingkat literasi finansial (penilaian pribadi) | Baik | Rendah |
Kemampuan mewujudkan tujuan jangka panjang | Yakin dan mampu | Tidak yakin dan tidak mampu |
#1 Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari Menjadi Prioritas Utama, Meski Berisiko Mengorbankan Tujuan Jangka Panjang
Fokus jangka pendek semakin dominan
Dalam situasi ekonomi yang penuh tekanan, banyak orang kini lebih memprioritaskan pengeluaran sehari-hari dibandingkan rencana keuangan jangka panjang. Survei menunjukkan bahwa 62% responden menyebut pengelolaan anggaran harian sebagai prioritas utama dalam 12 bulan ke depan, menurun dari 63% tahun sebelumnya.
Persiapan dana darurat naik ke peringkat kedua di tahun ini (42%), melampaui tabungan pensiun yang kini turun ke posisi keenam. Pergeseran ini mencerminkan urgensi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meskipun hal ini membuat mereka harus mengorbankan perencanaan finansial jangka Panjang.
Perbandingan Prioritas Keuangan dalam 12 Bulan ke Depan | |
2025 | 2024 |
Mengelola anggaran harian – 62% | Mengelola anggaran harian – 63% |
Persiapan dana darurat – 42% | Persiapan dana pensiun – 56% |
Memulai usaha – 33% | Persiapan dana darurat – 53% |
Membayar/menabung untuk pendidikan diri atau anak – 33% | Membayar/menabung untuk pendidikan diri atau anak – 43% |
Persiapan dana pensiun – 31% | Menabung untuk rumah/apartemen – 36% |
#2 Gen-Z Menjadi Kelompok Paling Rentan secara Finansial dan Paling Cemas akan Uang
Generasi Muda Belum Percaya Diri Secara Finansial
Meskipun baru memulai perjalanan finansial, Gen-Z menunjukkan tingkat kepercayaan dan kesiapan yang paling rendah dibanding generasi lainnya. Hal ini menunjukkan pentingnya meningkatkan edukasi dan pendampingan keuangan bagi generasi muda.
Rasa Aman secara Finansial (persentase per generasi): | |
Gen-Z | 49% |
Milennial | 61% |
Gen-X | 56% |
Boomers | 63% |
Tingkat Keamanan Finansial Secara Menyeluruh |
2024 – 56% |
2025 – 57% |
Pendekatan Investasi yang Seimbang Dianggap Paling Ideal
Sebagian besar responden sangat berhati-hati dalam berinvestasi. Sebanyak 54% memilih pendekatan konservatif, sementara hanya 12% yang bersedia mengambil risiko tinggi. Data ini menunjukkan bahwa rendahnya rasa percaya diri dan ketahanan finansial membuat masyarakat cenderung menghindari risiko.
Ironisnya, Gen-Z yang memiliki jangka waktu investasi paling panjang justru merupakan kelompok paling konservatif (58%). Hal ini menggarisbawahi pentingnya peningkatan literasi keuangan, khususnya terkait pemahaman profil risiko dan kecocokan produk investasi dengan tujuan finansial.
Di sisi lain, individu dengan ketahanan finansial tinggi lebih terbuka terhadap risiko investasi untuk mengejar hasil jangka panjang. Mereka cenderung lebih sedikit memilih pendekatan konservatif (53%) dibanding kelompok dengan ketahanan finansial rendah (72%), yang menunjukkan adanya keterkaitan antara strategi investasi dan keyakinan terhadap masa depan keuangan.
Pendekatan terhadap Risiko Investasi (keseluruhan): |
Konservatif – 54% |
Moderat – 44% |
Agresif – 12% |
Pendekatan Konservatif Berdasarkan Tingkat Ketahanan Finansial: |
Ketahanan finansial tinggi – 53% |
Ketahanan finansial rendah – 72% |
#3 Sebagian besar mencari bantuan keuangan, namun tidak selalu dari professional. Individu dengan ketahanan finansial tinggi cenderung mengandalkan jasa penasihat keuangan.
Berbagai sumber dukungan dalam pengelolaan keuangan
Sebagian besar responden (83%) mengaku mendapatkan bantuan dalam pengambilan keputusan keuangannya. Sebanyak 46% berkonsultasi dengan pasangan, 42% meminta saran dari anggota keluarga lain, dan 23% meminta masukan dari teman.
Lebih dari seperempat (28%) yang berkonsultasi dengan profesional seperti penasihat keuangan (angka ini konsisten di semua kelompok usia). Temuan ini menunjukkan masih dominannya ketergantungan pada dukungan informal dibandingkan penasihat profesional.
Sumber dukungan pengelolaan keuangan: · Pasangan: 46% · Keluarga: 42% · Profesional seperti penasihat keuangan: 28% · Teman: 23% · Alat berbasis AI seperti ChatGPT: 16% Sebanyak 29% Gen Z mengaku tidak menerima bantuan apa pun dalam mengambil keputusan keuangan. |
Penasihat keuangan berperan penting dalam membangun ketahanan finansial
Kelompok dengan ketahanan finansial rendah lebih banyak mengandalkan informasi keuangan dari keluarga dan teman (52%) serta media sosial (47%) dibandingkan lembaga keuangan (49%).
Sementara itu, individu dengan ketahanan tinggi lebih banyak menggunakan jasa penasihat keuangan (44%) dibandingkan mereka yang berketahanan rendah (25%). Ini menegaskan peran penting penasihat keuangan dalam membangun rasa aman secara finansial.
Saat ditanya mengenai manfaat menggunakan jasa penasihat, 56% menyebutkan kemampuan menjelaskan risiko dan manfaat jangka panjang secara sederhana, dan 38% menyebutkan saran yang disesuaikan dengan kebutuhan pribadi sebagai manfaat utama.
Namun, masih banyak orang yang enggan memanfaatkan jasa profesional. Sebanyak 50% responden menyatakan kekhawatiran terhadap biaya sebagai alasan utama, 42% lebih memilih menerima saran dari keluarga atau teman, dan 31% merasa sudah cukup percaya dengan pengetahuan sendiri, meskipun hal ini justru berpotensi untuk menimbulkan kesalahpahaman akan peran dan manfaat penasihat keuangan.
% Sumber informasi dari penasihat keuangan: · Ketahanan tinggi: 44% · Ketahanan rendah: 25% |
#4 Inflasi mendorong masyarakat memangkas pengeluaran secara signifikan
Mayoritas masyarakat merasakan dampak inflasi
Di seluruh Indonesia, masyarakat kesulitan mengelola pengeluaran harian maupun tujuan finansial jangka panjang. Sebanyak 92% responden merasakan dampak inflasi yang terus berlanjut, dan 46% di antaranya mengaku kesulitan memenuhi pengeluaran bulanan.
Dampak inflasi paling terasa pada sektor: · Pangan dan kebutuhan sehari-hari – 70% · Energi – 57% · Biaya kesehatan – 49% · Transportasi – 43% · Sewa – 18% · Cicilan rumah – 4% |
Strategi menghadapi inflasi biaya hidup: · Mengurangi pengeluaran untuk barang tidak penting – 58% · Meningkatkan pemahaman tentang keuangan pribadi – 43% · Mengurangi atau menunda pembelian kebutuhan penting – 29% · Berinvestasi untuk meningkatkan imbal hasil – 35% · Menggunakan tabungan – 30% |
Peran literasi keuangan
Kelompok dengan ketahanan tinggi lebih cenderung mengambil langkah positif untuk memperbaiki kondisi keuangan, seperti mempelajari literasi keuangan (50% vs 33% di kelompok ketahanan rendah) atau berinvestasi untuk meningkatkan hasil (48% vs 18%).
Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun situasi sulit, banyak masyarakat Indonesia siap memberdayakan diri dengan pengetahuan keuangan dan strategi membangun kekayaan jangka panjang. Hal ini menegaskan pentingnya literasi dan peran penasihat keuangan profesional.
#5 Banyak yang tidak jujur akan kondisi ketahanan finansial yang sebenarnya
Terdapat kesenjangan antara rasa percaya diri dan kesiapan menghadapi kondisi darurat keuangan
Tingkat kepercayaan diri untuk mencapai tujuan keuangan jangka pendek dan panjang menurun dibanding tahun lalu: dari 75% menjadi 64% untuk kewajiban jangka pendek, dan dari 65% menjadi 58% untuk tabungan jangka panjang. Hanya setengah responden merasa yakin bisa mengatasi situasi darurat keuangan.
Sebanyak 68% responden menyatakan mereka hanya mampu bertahan kurang dari enam bulan jika mereka atau pasangan kehilangan pekerjaan atau mengalami sakit serius, tanpa bantuan eksternal. Di sisi lain, 51% dari kelompok berketahanan tinggi menyatakan mampu bertahan lebih dari enam bulan, dibanding hanya 16% pada kelompok ketahanan rendah.
Perlindungan terhadap penyakit kritis serta dana darurat berperan penting dalam menjaga stabilitas keuangan di tengah situasi yang tidak pasti.
Temuan ini menyoroti ketidaksesuaian antara tingkat kepercayaan dan kesiapan, serta pentingnya perlindungan dari risiko yang tidak terduga.
% Tingkat kepercayaan diri: · Memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek – 64% · Mencapai tujuan tabungan jangka panjang – 58% · Mengatasi kondisi darurat keuangan – 49%
· Ketahanan tinggi – 81% · Ketahanan rendah – 27%
· Ketahanan tinggi – 87% · Ketahanan rendah – 15% |
#6 Kesenjangan literasi keuangan masih menjadi tantangan utama
Banyak orang melebih-lebihkan pengetahuan keuangannya
Sebagian besar responden menilai literasi keuangannya cukup baik. Hanya 5% yang mengaku memiliki pengetahuan keuangan yang buruk, namun antara 14–28% gagal menjawab pertanyaan dasar tentang keuangan dengan benar.
Literasi keuangan yang tinggi berkorelasi dengan ketahanan finansial tinggi, sedangkan Ketahanan finansial rendah erat kaitannya dengan tingkat literasi keuangan yang rendah. Hal ini terlihat dari hasil berbagai pertanyaan seputar literasi keuangan.
Responden dengan ketahanan finansial tinggi menunjukkan pemahaman yang lebih baik, khususnya dalam topik inflasi, bunga, asuransi, utang, dan risiko. Hal ini menegaskan pentingnya edukasi keuangan di semua kelompok usia.
Pertanyaan literasi keuangan | % Jawaban benar secara keseluruhan | % Jawaban benar kelompok dengan ketahanan finansial tinggi | % Jawaban benar kelompok dengan ketahanan finansial rendah |
Jika Anda menginvestasikan $1.000 dengan bunga tahunan 5%, berapa jumlahnya setelah satu tahun? $1.050 | 82% | 99% | 63% |
Jika inflasi 3% dan bunga tabungan 1%, apakah nilai uang Anda naik atau turun? Turun | 80% | 92% | 78% |
Faktor apa yang memengaruhi biaya asuransi kesehatan Anda? Usia | 82% | 92% | 71% |
Apa dampak membayar tagihan kartu kredit hanya dengan pembayaran minimum? Akan terjebak utang lebih lama dan membayar bunga lebih tinggi | 78% | 84% | 74% |
Dari pilihan berikut, mana investasi yang paling rendah risikonya? Obligasi pemerintah | 77% | 94% | 62% |
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan ketahanan finansial
Menabung: Mulailah meskipun dalam jumlah kecil.
Memulai tabungan darurat atau pensiun sebaiknya tidak ditunda. Kontribusi rutin, seperti Rp2.000.000 per bulan dapat berkembang signifikan dalam jangka panjang karena adanya akumulasi bunga dan potensi imbal hasil investasi.
Konsultasi: Carilah bantuan dari penasihat keuangan tepercaya.
Di tengah banyaknya informasi online, berkonsultasi dengan penasihat keuangan dapat membantu Anda mencapai target tabungan dan masa pensiun dengan lebih efektif. Penasihat profesional dapat menyusun rencana menyeluruh sesuai kebutuhan tabungan, asuransi, dan perlindungan Anda.
Evaluasi profil risiko instrument investasi: Pastikan strategi investasi Anda sejalan dengan tujuan jangka panjang.
Penasihat keuangan akan membantu memilih produk investasi yang sesuai dengan usia dan tahapan hidup Anda, serta memastikan bahwa risiko yang diambil sejalan dengan tujuan keuangan Anda.
Tingkatkan literasi: Terwujudnya ketahanan finansial dimulai dari pemahaman yang tepat.
Kesalahan umum dalam perencanaan keuangan adalah rasa puas akan pemahaman yang sudah dimiliki saat ini. Untuk meminimalisisr hal-hal yang tidak diinginkan, upayakan untuk selalu meningkatkan literasi keuangan Anda dengan mencari informasi yang kredibel, serta diskusikan kondisi dan tujuan keuangan jangka panjang Anda dengan penasihat keuangan, agar keputusan menabung, berinvestasi, dan memilih perlindungan asuransi dapat dilakukan dengan lebih percaya diri. (*)