JAKARTA | TD — Pakar ekonomi politik sekaligus analis kebijakan publik, Dr. Ichsanuddin Noorsy, melayangkan kritik keras terhadap pernyataan Gubernur Bali dan Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yang berbeda sikap dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto mengenai lokasi pembangunan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU).
Menurut Noorsy, sikap tersebut bukan hanya mencederai kewibawaan presiden, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan iklim investasi di Indonesia.
“Ini bentuk pelecehan terhadap kebijakan presiden sekaligus ancaman bagi kepastian hukum dan iklim investasi. Pernyataan yang berseberangan bisa membingungkan publik,” ujar Noorsy dalam perbincangan dengan wartawan di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Ia menegaskan, dalam sistem pemerintahan yang sehat, hierarki kebijakan harus dijaga. Peraturan Presiden (Perpres) sebagai turunan dari RPJMN merupakan acuan utama arah pembangunan nasional. Oleh sebab itu, setiap pejabat negara baik di pusat maupun daerah wajib tunduk pada keputusan yang sudah ditetapkan presiden.
Namun, dua pejabat negara justru membuka wacana pemindahan lokasi BIBU dari Kubutambahan, Buleleng ke Sumberklampok, wilayah yang berada di dalam kawasan Taman Nasional Bali Barat. Langkah ini, menurutnya, sama saja dengan perlawanan terbuka terhadap keputusan presiden, menabrak aturan konservasi, serta berpotensi menimbulkan konflik lingkungan dan tumpang tindih jalur udara dengan Bandara Blimbingsari di Banyuwangi.
Noorsy menegaskan, Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029 sudah menetapkan lokasi bandara di Kubutambahan. Keputusan tersebut bersifat final dan mengikat.
“Tidak ada lagi ruang untuk tawar-menawar lokasi. Jika pejabat berani menentang Perpres, itu sudah masuk ranah insubordinasi birokrasi yang merusak tata kelola pemerintahan dan merugikan investasi,” tegasnya.
Lebih jauh, Noorsy mengingatkan bahwa pembangunan BIBU merupakan visi besar Presiden Prabowo untuk menjadikan Bali sebagai poros pertumbuhan baru di kawasan timur Indonesia. Proyek ini sudah mendapat dukungan lintas kementerian dan komitmen investasi swasta hingga Rp50 triliun.
Ia juga menyinggung dukungan kuat dari tokoh adat Bali melalui Paiketan Puri-Puri Se-Jebag Bali (P3SB) serta Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) yang mendesak presiden segera memulai pembangunan bandara sesuai Perpres.
Noorsy pun mendesak Presiden Prabowo untuk mengambil langkah tegas menertibkan birokrasi agar tetap tegak lurus terhadap kebijakan negara.
“Tidak boleh ada ego sektoral yang menabrak keputusan kepala negara. Jika dibiarkan, ini bukan hanya melecehkan presiden, tapi juga mempermalukan republik di mata dunia internasional,” pungkasnya. (*)