Generasi Z di Era Digital: Tantangan Iman, Gadget, dan Krisis Moral

waktu baca 3 minutes
Minggu, 7 Des 2025 18:53 0 Nazwa

TANGERANG | TD — Generasi Z saat ini berada di persimpangan besar antara penguatan iman dan derasnya pengaruh gadget. Di tengah kemudahan akses informasi digital, mereka menghadapi berbagai tantangan moral, mental, dan spiritual yang tidak dialami generasi sebelumnya. Fenomena inilah yang menjadi fokus kajian bertema “Memotret Generasi Gen Z: Antara Iman dan Gadget” yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Muhammadiyah Tangerang pada Ahad (7/12/2025) di Aula Jenderal Sudirman.

Kegiatan tersebut diikuti mahasiswa dari berbagai semester, menghadirkan narasumber utama, Dr. Zulkifli, MA, yang memaparkan secara komprehensif kondisi Gen Z, risiko krisis etika, hingga strategi pembinaan iman di era digital.

Dr. Zulkifli, MA, bersama perwakilan mahasiswa PAI Universitas Muhammadiyah Tangerang setelah sukses menggelar kajian tentang krisis etika Gen Z. (Foto: Ist)

Teknologi: Antara Cahaya Pengetahuan dan Krisis Moral

Dalam paparannya, Dr. Zulkifli menjelaskan bahwa gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi Z. Media sosial, platform hiburan, hingga aplikasi produktivitas memberikan ruang bagi penyebaran nilai kebaikan. Namun, ia menegaskan bahwa perkembangan digital juga membawa sisi gelap berupa konten destruktif, budaya instan, dan gaya hidup yang menjauhkan generasi muda dari nilai spiritual.

“Teknologi membuka peluang belajar lebih luas, tetapi tanpa kendali justru memunculkan kebingungan, kecemasan, dan hilangnya batas etika,” ujarnya.

Materi presentasi yang disampaikan menunjukkan bahwa Gen Z rentan mengalami:

  • stres dan kecemasan digital,
  • kecanduan gadget,
  • oversharing
  • individualisme,
  • impulsive buying akibat promosi daring,
  • serta krisis identitas akibat paparan budaya global.

Degradasi Moral di Tengah Arus Tanpa Batas

Dr. Zulkifli menyoroti fenomena menurunnya nilai moral dan etika komunikasi di kalangan Gen Z. Minimnya interaksi tatap muka, lemahnya pendidikan karakter, dan paparan budaya populer menyebabkan batas antara sopan santun dan ekspresi bebas semakin kabur.

“Media sosial memicu sikap blak-blakan berlebihan. Anak muda menjadi terlalu mudah membagikan hal-hal pribadi, bahkan yang seharusnya disimpan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa tanpa filter moral, ruang digital dapat mengikis empati dan kepekaan sosial yang dulu menjadi fondasi kehidupan bermasyarakat.

Keteladanan Nabi Ibrahim: Kunci Pendidikan Keluarga

Merujuk pada materi slide, Dr. Zulkifli menegaskan bahwa pendidikan iman tidak dapat dilepaskan dari keteladanan orang tua. Ia mencontohkan bagaimana Nabi Ibrahim mendidik Ismail bukan melalui ketakutan, tetapi dengan visi spiritual yang jelas.

“Setiap rumah butuh kompas. Dulu Nabi Ibrahim membesarkan Ismail dengan misi mendirikan salat. Hari ini banyak ayah lupa arah,” ungkapnya.

Ia mengingatkan bahwa kehadiran orang tua sebagai teladan merupakan faktor paling berpengaruh dalam membentuk karakter Gen Z.

Etika Digital Islami Sebagai Solusi

Dalam menghadapi derasnya arus teknologi, Dr. Zulkifli menawarkan pembinaan Etika Digital Islami, yakni panduan dalam bermedia sosial secara beradab dan bertanggung jawab. Prinsipnya meliputi:

  • menjaga privasi diri dan orang lain,
  • memfilter informasi sebelum membagikan,
  • menghindari hoaks dan fitnah,
  • serta menghadirkan konten yang membawa manfaat.

“Jejak digital adalah bagian dari amal. Dunia maya juga dinaungi nilai Islam,” tegasnya.

Gen Z Sebagai Agen Perubahan

Meski menghadapi banyak tantangan, Dr. Zulkifli optimistis bahwa generasi Z memiliki potensi besar menjadi penggerak kebaikan. Dengan kemampuan digital yang mumpuni, mereka dapat menjadi produsen konten positif melalui dakwah kreatif seperti video pendek, podcast Islami, hingga aplikasi edukasi.

“Mereka bukan hanya pengguna gadget, tetapi bisa menjadi ulama digital,” katanya.

Kolaborasi Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat

Pada penutup kajian, Dr. Zulkifli menekankan pentingnya sinergi tiga pilar pendidikan — keluarga, sekolah, dan masyarakat — dalam membentuk karakter Gen Z. Ketiganya harus saling melengkapi agar generasi digital tetap memiliki arah moral yang jelas.

“Jika tiga pilar berjalan harmonis, generasi Z akan tumbuh kuat, beriman, dan mampu memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan jati diri,” tutupnya. (*)

LAINNYA