Ketua Umum DePA-RI Dr. TM Luthfi Yazid, SH, LL.M (Foto: Dok. pribadi)JAKARTA | TD — Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI), Dr. TM Luthfi Yazid, S.H., LL.M, mengecam keras dugaan teror terhadap Hakim Pengadilan Negeri Medan, Khamozaro Waruwu, yang rumahnya diduga dibakar oleh pihak tak dikenal. Ia menilai tindakan tersebut sebagai bentuk ancaman serius terhadap penegakan hukum dan independensi peradilan di Indonesia.
Dalam catatannya yang disiarkan Jumat (7/11/2025), Luthfi Yazid menegaskan bahwa teror terhadap hakim tidak boleh ditoleransi karena bertentangan dengan hak asasi manusia serta merusak semangat pemberantasan korupsi yang tengah digalakkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Pemerintahan Presiden Prabowo telah bertekad memberantas korupsi sampai ke Antartika, dan teror terhadap hakim yang menangani kasus korupsi jelas merupakan serangan terhadap komitmen itu,” ujar Luthfi.
Hakim Khamozaro Waruwu sendiri diketahui tengah memimpin sidang perkara korupsi proyek jalan di Sumatera Utara, di mana dalam prosesnya ia meminta Jaksa Penuntut Umum menghadirkan Bobby Nasution, menantu mantan Presiden Joko Widodo sekaligus Gubernur Sumatera Utara.
Menurut Luthfi, peristiwa ini harus menjadi momentum bagi masyarakat sipil (civil society) untuk memperkuat dukungan terhadap para hakim agar mereka dapat bekerja secara independen dan profesional.
“Soliditas masyarakat sipil penting untuk mengawal kasus ini. Tapi tanggung jawab utama tetap ada pada negara untuk melindungi hakim dari ancaman dan teror,” tegasnya.
Lebih lanjut, DePA-RI menyampaikan empat poin sikap resmi:
1. Kasus teror harus diusut tuntas, dengan penyidik bekerja profesional hingga ke akar permasalahan.
2. RUU Jabatan Hakim (RUU JH) yang telah masuk prolegnas harus segera disahkan untuk memperkuat jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim.
3. Komisi Yudisial (KY) harus hadir dan proaktif membongkar pelaku dan otak teror.
4. Presiden Prabowo diminta segera menunaikan janjinya menaikkan gaji hakim sebagai bentuk penghargaan dan perlindungan moral.
Luthfi juga mengingatkan, janji Presiden merupakan komitmen negara yang harus ditepati karena berpengaruh pada kondisi psikologis dan profesionalisme hakim.
“Sejarah berbagai bangsa menunjukkan korupsi adalah penyakit ganas yang menistakan keadilan. Indonesia tak boleh lengah,” tandasnya. (Rls)