“Yang paling penting bukan uang, tapi bagaimana kita bisa memberikan manfaat bagi banyak orang.” Kalimat ini adalah prinsip hidup yang selalu dijaga oleh Ali Sarbani. Lahir di Kudus, Jawa Tengah, ia membuktikan bahwa mimpi besar bisa berkembang dari desa dan bahwa keterbatasan tidak menjadi penghalang untuk mencapai kesuksesan.
Ali Sarbani, yang dahulu tumbuh di keluarga sederhana, kini telah menjadi pengembang properti sukses dengan ratusan proyek di berbagai lokasi. Dari anak petani tanpa warisan usaha atau koneksi, Ali mengubah impian besar menjadi kenyataan. Ini adalah perjalanan penuh tantangan dan perjuangannya dalam membangun bisnis properti.
Dari Gambar Rumah di Sekat Ruang Tamu ke Mimpi Besar
Ali Sarbani tumbuh di tengah keluarga yang tidak memiliki latar belakang bisnis. Ayahnya seorang petani dan ibunya ibu rumah tangga. Namun, meski tidak ada fasilitas atau koneksi, mimpi besar dapat bermula dari mana saja, bahkan dari gambar rumah yang terpampang di balik sekat ruang tamu rumahnya.
“Di ruang tamu rumah kami ada gambar rumah dan mobil yang diambil dari sketsel pembatas. Ayah saya berkata, ‘Semoga anak-anak saya kelak bisa memiliki rumah dan mobil.’ Ucapan sederhana itu menjadi impian yang saya pegang erat,” kenangnya dalam dokumenter Sekali Seumur Hidup.
Merantau, Terjatuh, dan Mencari Jalan Baru
Tahun 1995, Ali merantau ke Semarang untuk kuliah sambil bekerja. Pada masa krisis ekonomi 1997-1998, keluarganya mengalami kesulitan, dan Ali pun terjun ke bisnis jual beli handphone second. Meskipun bisnis ini dijalani selama sepuluh tahun, penghasilannya belum cukup untuk membeli rumah impian yang dulu ia cita-citakan.
Pada tahun 2009, ia memutuskan untuk pindah ke Jakarta dengan membawa tekad baru. “Saya punya prinsip, jika ingin memasuki dunia baru, bakar kapal sekalian,” kata Ali. Dengan modal Rp65 juta, ia mencoba peruntungan di ibu kota, namun satu setengah tahun kemudian uangnya habis.
Kembali ke Semarang dengan keadaan kosong, Ali merasa bingung. “Saya tidak punya apa-apa. Saya banyak berdoa dan meminta petunjuk kepada Allah,” kenangnya.
Sampai akhirnya, di Plaza Simpang Lima, Ali bertemu teman yang mengajaknya ke seminar properti. Awalnya ragu karena biaya seminar sebesar Rp100.000 terasa mahal, tetapi nasib berkata lain. Seminar itu adalah preview untuk workshop berikutnya yang bisa diikuti secara gratis.
Melangkah di Dunia Properti Tanpa Modal
Dengan bekal ilmu dari seminar gratis itu, Ali memberanikan diri mencoba membeli rumah seharga Rp450 juta, ia menawar menjadi Rp250 juta, meski tak memiliki uang sama sekali. Tiga bulan kemudian, penjual rumah tersebut menghubunginya kembali, dan setelah negosiasi, Ali berhasil mendapatkan properti pertama seharga Rp275 juta.
Ia menjual rumah tersebut dengan harga Rp275 juta plus fee Rp12 juta. Keuntungan pertama itu memberi Ali kepercayaan diri untuk terus menggeluti bisnis properti.
“Itu adalah titik balik saya. Dari keuntungan Rp12 juta, saya bisa membeli motor dan HP,” kenangnya dengan senyuman.
Ali terus mengembangkan bisnisnya. Pada 2012, ia berhasil membangun tiga rumah, kemudian sepuluh rumah setahun setelahnya, dan pada 2014 sudah mampu mengelola proyek hingga 100 rumah.
Namun, dunia bisnis tidak selalu mulus. Pada 2014, Ali jatuh karena membuka lima proyek sekaligus saat perubahan regulasi ekonomi dan transisi pemerintahan. Kerugian mencapai Rp2 miliar, rumah dan mobil harus dijual, dan ia kembali ke titik awal.
Bangkit Kembali dan Fokus pada Tim Kecil yang Efisien
Tidak menyerah, Ali mulai membangun bisnisnya lagi dari awal. Pada 2020, ia memilih menjadi “single player” dengan tim yang lebih kecil namun efisien.
“Manajemen saya hanya terdiri dari 50 orang, tetapi tukang bisa mencapai ratusan untuk proyek yang tersebar di tujuh titik. Walaupun saya bekerja sendiri, saya memastikan untuk bekerja sama dengan orang-orang yang kompeten,” jelasnya.
Berbagi Ilmu dan Membuka Kesempatan untuk Orang Lain
Ali percaya bahwa perjalanan suksesnya dimulai dari seminar gratis yang ia hadiri pada 2009. Oleh karena itu, ia berkomitmen untuk membuka kesempatan yang sama bagi orang lain. Pada 2010, ia membuka kelas pertamanya dengan tema Bisnis Properti Tanpa Modal Investor. Kelas ini awalnya hanya diikuti oleh teman-temannya, namun dengan permintaan yang meningkat, kelas-kelas ini berkembang ke Jakarta, Surabaya, Makassar, dan kota-kota lainnya.
“Saya ingin membagikan ilmu kepada siapa saja, agar mereka yang tidak punya tanah, modal, atau latar belakang bisa memiliki kesempatan yang sama seperti saya,” ungkapnya.
Ali banyak terinspirasi oleh tokoh besar seperti Ciputra, namun yang paling berpengaruh dalam hidupnya adalah ayahnya. “Ayah saya berkata, ‘Kenapa cuma jadi perawat? Kenapa tidak punya rumah sakit?’ Sejak itu, saya berani bermimpi besar,” tuturnya.
Pesan Hidup dari Ali Sarbani:
Bermimpilah Setinggi-tingginya. Mimpi itu gratis, dan setelah bermimpi, carilah cara untuk mewujudkannya.
Terus Belajar dan Bangun Koneksi. Ilmu dan lingkungan sangat menentukan perubahan hidup.
Berpura-puralah Menjadi Mereka. Untuk mencapai impian, kita harus berpura-pura menjadi orang yang kita impikan untuk menjadi, dan lambat laun kita akan menemukan pola mereka.
Tahan Rasa Sakit. Kesuksesan datang dari keteguhan hati dan keberanian untuk menghadapi kegagalan.
Ali Sarbani membuktikan bahwa sukses tidak selalu membutuhkan modal besar atau warisan. Dengan mimpi, kerja keras, dan keberanian untuk mencoba, ia berhasil membangun peradaban satu rumah, satu proyek, dan satu mimpi pada satu waktu.
Tentang Sekali Seumur Hidup Dokumenter
Sekali Seumur Hidup Dokumenter adalah dokumenter yang menceritakan perjalanan hidup inspiratif Ali Sarbani, yang kini menjadi mentor dan pengusaha sukses di bidang properti. Dokumenter ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan dan inspirasi kepada masyarakat yang ingin mengubah nasib melalui bisnis properti.