Dampak Tarif Trump untuk Indonesia: Ancaman atau Peluang Baru?

waktu baca 3 minutes
Kamis, 10 Apr 2025 11:15 0 Patricia Pawestri

EKBIS | TD – Taktik Presiden Amerika Serikat Donal Trump kembali membuat panik dunia global. Kali ini Trump menggunakan ‘tarif pembalasan’ untuk menyiasati kebijakan negara-negara lain yang memasang tarif mahal terhadap produk ekspor AS yang hendak masuk.

Reaksi Trump memasang tarif cukai hingga 60%, khususnya untuk negara-negara tertentu yang ia anggap tidak menguntungkan AS, sontak memanen reaksi beragam dari negara-negara eksportir seperti Indonesia, Thailand, dan Vietnam. Ketiga negara ini hanya segelintir dari puluhan negara yang kini harus membayar tinggi pajak masuk jika ingin mengekspor barang ke AS.

Sebenarnya, kebijakan Trump hanya mengenakan pajak sebesar 10% untuk semua produk impornya. Namun angka tersebut menjadi beragam menyesuaikan sikap dan kebijakan negara terkait dalam menerima produk ekspor AS. Dalam perdagangannya dengan Indonesia, Trump awalnya hanya menerapkan tarif masuk sebesar 2,5 persen. Namun, hal itu ternyata terlihat timpang dengan kebijakan Indonesia yang menerapkan tarif cukai sebesar 30 persen terhadap impor etanol dari AS. Kemudian berlakulah tarif baru sebesar 32 persen, terutama untuk tekstil dan produk-produk fashion Indonesia yang hendak masuk ke AS.

Di Indonesia, para pelaku ekspor dan industri domestik, yang selama ini bergantung pada pasar Amerika, pun menelan kekhawatiran karena dampak tarif Trump tersebut. Produk-produk unggulan seperti tekstil, sepatu, furnitur, serta hasil pertanian seperti kopi dan kelapa sawit berpotensi kehilangan daya saing di pasar AS. Pajak tersebut akan membuat harga melonjak dan tak dapat terserap ke dalam pasar AS. Hal ini dapat memicu penurunan permintaan yang berdampak pada sektor produksi dan lapangan kerja. Beberapa pengusaha bahkan telah mengeluhkan pembatalan kontrak ekspor atau adanya permintaan renegosiasi harga dari mitra bisnis di Amerika.

Dampak Tarif Trump Tidak Selamanya Buruk

Di tengah guncangan badai tarif tersebut, industri dalam negeri segera membelokkan pandangan ke negara-negara di belahan dunia lainnya. Pemerintah Indonesia dan para penggerak industri menemukan berbagai peluang untuk bergerak mengisi pasar ekspor lainnya yang cukup besar. Analisa dari data pasar di Afrika, misalnya, diyakini dapat menjadi pintu dari peluang perdagangan baru. Begitu juga berbagai negara dari Timur Tengah dan negara-negara tetangga si Asia. Selain itu, kebijakan ini dapat menjadi kesempatan untuk memperkuat pasar domestik dan meningkatkan kualitas produk agar dapat bersaing secara global, meskipun ada tarif atau hambatan perdagangan.

Pemerintah Indonesia merespons situasi ini dengan melakukan diplomasi perdagangan.  Dan, sambil memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara lain, pemerintah juga menilai kembali ketergantungan terhadap pasar AS. Di sisi lain, pelaku UMKM dan startup lokal bergerak lebih cepat dalam mengeksplorasi pasar digital global. Fokus mereka pun tidak sebatas pada ekspor barang fisik, tetapi juga jasa dan teknologi.

Kesimpulannya, dampak tarif Trump mungkin menjadi pukulan awal yang menyakitkan bagi sejumlah pelaku ekspor. Tetapi juga bisa menjadi peringatan penting bagi Indonesia untuk menjadi lebih mandiri, tangguh, dan adaptif dalam menghadapi dinamika perdagangan global yang terus bergulir. (Nazwa/Pat)

LAINNYA