KESEHATAN | TD – BPOM mengeluarkan himbauan kepada masyarakat luas untuk menghindari penyalahgunaan ketamin yang sering terjadi. Tidak hanya itu, BPOM juga sedang mendiskusikan agar obat keras tersebut masuk ke dalam golongan psikotropika sehingga memiliki aturan peredaran yang lebih ketat.
Ketamin merupakan obat anestesi yang tergolong kuat dan biasanya digunakan untuk membius pasien dalam tindakan operasi. Prinsip kerja ketamin yaitu menekan kerja saraf yang bekerja mendeteksi rasa sakit dan juga kesadaran. Dengan prinsip ini, maka rasa sakit akibat operasi dapat dihilangkan.
Penggunaan ketamin juga dapat membantu pasien, terutama gangguan kejiwaan, untuk merasa tenang. Namun, dalam penggunaan jangka panjang, efek yang lebih buruk bisa timbul berupa halusinasi, kebingungan yang berujung frustasi hingga keinginan untuk bunuh diri. Ketamin juga menimbulkan peningkatan tekanan darah sehingga berbahaya bagi pasien yang sedang menjalani operasi.
Penyalahgunaan ketamin sering dijumpai dalam peredaran obat-obatan di klub malam. Obat ini tidak memiliki bau dan rasa, sehingga tidak terdeteksi jika larut ke dalam minuman. Tetapi, efeknya cukup berbahaya, konsumsi ketamin dapat mengakibatkan amnesia atau kesulitan mengingat peristiwa.
Dalam sebuah jurnal tahun 2022, disebutkan penemuan ketamin awalnya diidentifikasi sebagai CI-581 untuk menggantikan obat anestesi PCP atau phencyclidine. PCP, atau disebut ‘angel dust‘, ini ditarik karena terbukti berbahaya dengan efek sampingnya. Yaitu menyebabkan halusinasi berat. Calvin Steven, ilmuwan Amerika dari Park Davis Laboratorium, memperkenalkan ketamin di tahun 1962, dan disebut pula mematenkannya pada 1963 di Belgia.
Penggunaan ketamin, yang saat itu dianggap lebih aman, menyebabkannya dijual bebas sejak 1970. Obat anestesi golongan keras ini biasanya digunakan untuk hewan.
Sedangkan ujicoba pada manusia menghasilkan halusinasi yang dianggap tidak terlalu banyak dan hanya singkat. Namun, karena efek samping terhadap tekanan darah, napas yang berat, rasa sakit yang sangat, otot yang menegang, dan hipersaliva, maka penggunaannya harus ada di bawah pengawasan medis.
Dan pada masa kini, ketamin dapat dengan mudah didapatkan, baik dengan membeli langsung atau secara online. Mudahnya akses ini banyak menjerumuskan generasi muda untuk memperoleh pengalaman halusinasi yang buruk bagi kesehatan mental dan fisik. Sedangkan akun instagram @Pandemictalks menyebutkan ketamin biasa digunakan untuk penghilang rasa sakit saat menjalani pembuatan tato tubuh. Bahkan ketamin seringkali berada di balik tindakan kriminal yang mengancam nyawa, seperti perkelahian atau kebut-kebutan.
Hal tersebut tentu meresahkan. Sehingga perlu adanya tindakan hukum untuk mengendalikan peredaran serta penggunaan ketamin. Selama ini, Undang-Undang No 35 Tahun 2009 yang mengatur tentang narkotika tidak menyebutkan bahwa ketamin termasuk obat terlarang yang perlu dihindari peredarannya secara bebas. Hanya UU No 36 Tahun 2009, pada pasal 197, terdapat aturan mengenai jerat hukum bagi yang mengedarkan dan memproduksi obat-obatan tanpa izin dari pemerintah, tentunya termasuk ketamin.
Sementara menunggu peraturan yang baru, BPOM melalui akun media sosialnya menyerukan agar setiap pihak mewaspadai peredaran dan penyalahgunaan ketamin yang sangat berbahaya.
Peringatan akan bahaya ketamin sesungguhnya sudah banyak disuarakan. Pada tahun 2023, Sejawat menuturkan bahwa FDA menyatakan ketidaksetujuan penggunaan ketamin dalam kombinasi obat karena justru akan menimbulkan risiko berat terkait detak jantung dan tekanan darah. FDA juga menyebutkan bahwa ketamin tidak dapat membantu penyembuhan gangguan kejiwaan. (Pat)