Jon Fosse, Nobel Sastra 2023: Kegelisahan dan Ketakberdayaan Manusia yang Menang

waktu baca 3 minutes
Minggu, 8 Okt 2023 16:46 0 Patricia Pawestri

SASTRA | TD – Komite Nobel Swedia memutuskan memberikan penganugerahan Penghargaan Nobel Sastra 2023 kepada Jon Fosse, seorang penulis Norwegia, atas kerja kerasnya sebagai penulis yang dirintisnya sejak 1980-an.

Dikutip dari laman Nobel Prize, pada tanggal 5 Oktober 2023, Jon Fosse mendapat peringkat terbaik dalam nominasi penghargaan tersebut karena melalui seluruh karyanya, ia konsisten mengungkapkan berbagai hal yang sukar diungkapkan seperti kegelisahan, ketidakberdayaan, dan ketidakpastian dalam tema-tema kemanusiaan seperti kematian dan lainnya.

Keunikan yang khas dari karya-karya Fosse berupa jeda dengan meminimalisasi bahasa verbal yang kadang menghasilkan ucapan-ucapan yang terputus atau tak lengkap, dan menggantikan sisanya dengan adegan laku yang dramatik. Kekhasan inilah yang kemudian mengidentikkan karya Fosse dengan gaya bahasa minimalis.

Jon Olav Fosse, nama lengkapnya, telah menulis selama 40 tahun. Ia menulis dalam bahasa Nynorsk, bahasa resmi Swedia, tetapi banyak dari karyanya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.

Karya debutnya berupa novel berjudul Raudt, Svart (Merah, Hitam) terbit tahun 1983 yang bercerita tentang peristiwa bunuh diri yang diwarnai dengan pemberontakan dan penuh emosi.

Tema bunuh diri rupanya menjadi tema favorit Fosse dalam menyampaikan betapa manusia tidak berdaya atas peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Tema besar Fosse ini juga dijumpai dalam karya lainnya, Natta syng sine songar (1998) yang diterjemahkan sebagai Nightsongs, dan Dodsvariasjonar (2002) atau Death Variations.

Selain novel, Fosse juga menulis esai, naskah drama, buku anak, dan juga puisi. Jumlah keseluruhannya mencapai 30 buah, dan naskah dramanya merupakan yang paling sering dipentaskan di Norwegia.

Karya-karya yang menarik Komite Nobel Sastra memberikan nilai tinggi kepada Jon Fosse selain ketiga novel di atas adalah Skuggar (2007), drama Draum om Hausten (Dream of Autumn), Morgon og kveld (Morning and Evening), Det er Ales (Aliss at the Fire), karya prosa sentral Trilogien (Trilogy), Slik var det, I svarte skogen inne, Kvitleik (A Shining), Det andre namnet (The Other Name), Eg er ein annan (I is Another), dan Eit nytt namn ( A New Name).

Komite Nobel Sastra menuliskan bahwa ketiga karya terakhir (The Other Name, I is Another, dan A New Name) merupakan magnum opus Jon Fosse yang tertulis sepanjang 1250 halaman. Karya ini mengisahkan monolog seorang seniman yang berjuang untuk menerima kematian istrinya. Gaya bahasa Fosse yang mempunyai lapisan-lapisan makna dan juga simbolik memberikan warna yang sangat menarik dalam rangkaian karya tersebut, yang juga disebut sebagai Septology.

Selain itu, Jon Fosse juga menulis puisi. Ketiga karya puisi Jon Fosse yaitu:

1. Engel med vatn i augene (1986)

Kumpulan puisi perdana milik Jon Fosse ini menggunakan bahasa liris yang khas miliknya.

2. Sterk vind (2021)

Puisi ini merupakan karya tunggal yang disebut sebagai puisi dramatis. Dalam karya ini Fosse banyak menggunakan gaya bahasa simbolisme dan perumpamaan yang juga kerap ia gunakan dalam naskah drama.

3. Dikt i samling (2021)

Merupakan kumpulan puisi yang mengungkapkan betapa pentingnya puisi bagi Fosse dalam memahami diksi dasar dan batasan bahasa.

Beberapa puisi Jon Fosse yang mengungkapkan kekhasannya dalam berbahasa, yaitu kesederhanaan bahasa, liris, dan penuh simbolisme dapat dilihat di laman norwegianarts.

Jon Fosse juga menambah deretan karya bukti produktivitasnya sebagai penulis dengan menerjemahkan Sebastian i draum karya George Trakl dan juga Duino-elegiar karya Rainer Maria Rilke ke dalam bahasa Nynorsk. (*)

 

LAINNYA