Aktivitas Penambangan Panas Bumi di PLTP Gunung Salak Dinilai Sebabkan Gempa, Adakah Kajian Dampak Lingkungan Ahli

waktu baca 2 menit
Minggu, 15 Okt 2023 04:57 0 313 Patricia Pawestri

BOGOR | TD – Kritik atas operasional Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak Indonesia Power tertulis pada media sosial instagram @kolektifa.

Pada unggahannya tanggal 12 Oktober 2023 lalu, Kolektifa menuliskan bahwa gempa yang terjadi pada pukul 06:44:42 WIB di titik 23 kilometer dari Kota Bogor, dengan petunjuk lokasi 6,75 LS-106,65 BT berada tidak jauh dari pembangkit listrik dari ladang geothermal terbesar di Indonesia tersebut.

Terdapat kecurigaan yang cukup besar bahwa gempa sebesar 3,2 magnitude tersebut disebabkan oleh aktivitas pengambilan panas bumi dari sumur-sumur geothermal yang berada di bawah naungan PLTP Gunung Salak Indonesia Power.

Selama ini memang belum pernah ada kajian yang menghubungkan gempa bumi pada titik tersebut dengan aktivitas geothermal. Kajian tersebut hanya dapat diberikan oleh ahli geologi dan seismologi.

Namun, beberapa laman menyebutkan aktivitas sumur bor panas bumi memang dapat menimbulkan ketidakstabilan tanah yang dapat memicu timbulnya gempa bumi. Dan gempa ini, yang bisa saja berkekuatan besar, tentu saja membawa kekhawatiran bagi para penduduk setempat akan keselamatan mereka.

Bahkan, risiko bencana yang timbul akibat operasional PLTP Geothermal tidak hanya itu. Eko Teguh Paripurno, dosen dari Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, dalam sebuah presentasi di hadapan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat pada tahun 2017, mengatakan terdapat sejumlah bahaya yang perlu diwaspadai dalam pengoperasian PLTP tersebut.

Meskipun secara nyata berbahaya, energi panas bumi tetap dinilai sebagai sumber energi terbarukan yang mendatangkan banyak keuntungan. Salah satunya kepastian ketersediaan yang dapat diandalkan.

Lagipula, kebutuhan lahan yang diperlukan untuk memanfaatkan panas bumi sebagai sumber energi jauh lebih hemat dari penambangan sumber energi terbarukan lainnya.

Pada laman theconversation, tercatat hanya dibutuhkan area seluas 1,2 hektare untuk menghasilkan 1 megawatt listrik. Sedangkan energi panas matahari membutuhkan 2 hektare untuk mencapai besaran listrik yang sama. Pun, pada energi terbarukan angin lebih luas lagi, selain mengurangi pemandangan ruang gerak burung.

Namun, mengingat risiko yang besar dari pemanfaatan geothermal sebagai energi terbarukan yang dianggap menguntungkan, maka analisa dampak lingkungan dalam proyek-proyek pemanfaatan energi tersebut tentu dibutuhkan bersama dengan kebijakan yang tepat dan transparan di hadapan masyarakat. (*)

LAINNYA