TANGERANG | TD – Salah satu kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam membimbing umat Islam saat puasa Ramadhan tercermin dalam sebuah peristiwa yang dituturkan dalam Hadis Riwayat Bukhari yang diperoleh dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Dalam hadis tersebut diceritakan mengenai seorang sahabat Nabi yang membatalkan puasanya sebab tidak bisa menahan keinginan syahwat terhadap istrinya pada siang hari di bulan Ramadhan.
Saat itu, ketika Abu Hurairah duduk-duduk bersama Nabi Muhammad SAW dan beberapa sahabat, tiba-tiba datanglah seseorang menghadap Nabi dan berkata,”Wahai, Rasulullah, celakalah aku!”
Nabi Muhammad SAW pun menjawab,”Apa yang terjadi denganmu?”
Lelaki itu kemudian menjelaskan bahwa ia melakukan hubungan badan dengan istrinya di siang hari saat dalam puasa Ramadhan.
Nabi Muhammad SAW kemudian bertanya kepadanya apakah ia mempunyai budak yang dapat dimerdekakan. Namun lelaki tersebut tidak mempunyainya.
Selanjutnya Nabi bertanya apakah ia sanggup berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Lelaki itu menjawab bahwa ia tak sanggup.
Nabi kemudian menanyakan apakah ia mampu memberi makan 60 orang miskin sebagai ganti puasanya yang batal. Tetapi, laki-laki itu sekali lagi menjawab ia tidak mempunyai harta yang cukup untuk membayarnya.
Untungnya, dalam pertemuan itu ada pihak yang memberikan Nabi sejumlah besar kurma. Saat menerimanya, Nabi menanyakan di mana lelaki yang membatalkan puasa tadi.
Nabi Muhammad SAW kemudian menyerahkan sejumlah besar kurma yang Ia terima kepada lelaki tersebut.
“Bawa kurma ini, dan bersedekahlah dengannya,” tutur Nabi Muhammad SAW. Nabi bermaksud supaya lelaki tersebut membayar kafarat dari puasa yang dibatalkan lelaki itu.
Tetapi justru lelaki tersebut bertanya,”Apakah saya berikan kurma ini kepada orang yang lebih fakir dari saya, wahai, Rasulullah? Demi Allah, Rasulullah, tidak ada orang di daerahku yang lebih fakir dari aku dan keluargaku.”
Rasulullah yang mendengar pertanyaan itu kemudian tertawa hingga terlihat gigi-gigi gerahamnya. Beliau lalu berkata agar lelaki tersebut menyedekahkan kurma tersebut kepada keluarganya.
Demikianlah kebijaksanaan Nabi Muhammad mengenai syariat puasa Ramadhan. Ini menjelaskan bahwa syariat yang diturunkan Allah Swt tidak bertujuan untuk menyulitkan seseorang. Dan justru sebaliknya, Allah Swt bermaksud menjadikan ketetapan-Nya supaya sesuai dengan kemampuan setiap umat-Nya.
Sebagaimana yang tercantum dalam QS Al Baqarah 185:
” … Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu agar kamu bersyukur.”
Prinsip memudahkan ini juga tercantum dalam hadis Bukhari yang meriwayatkan sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidak ada suatu orang pun yang mempersulitnya kecuali ia akan dibuat tak berdaya.”
Sementara dalam hadis lainnya, Nabi Muhammad bersabda:
“Apabila aku perintahkan kepada kalian untuk mengerjakan suatu perkara, maka laksanakanlah itu semampu kalian.” (HR Bukhari-Muslim)
Subhanallah, Maha Suci Allah dan Rasul-Nya.***