Awal Mula Demokrasi yang Mengubah Lanskap Politik Dunia

waktu baca 3 menit
Kamis, 14 Nov 2024 13:50 0 60 Redaksi

EDUKASI | TD — Sistem politik yang diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia adalah demokrasi. Indonesia, sebagai salah satu negara yang menganut sistem ini, memberikan hak kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik. Demokrasi muncul sebagai respons terhadap rasa humanisme dan krisis keadilan, yang seringkali memicu revolusi dan mengakhiri pemerintahan monarki. Salah satu contoh paling terkenal adalah Revolusi Prancis di abad ke-19.

Demokrasi pertama kali diperkenalkan di Athena pada abad ke-5 SM ketika pemerintahan monarki dan aristokrasi runtuh. Sistem ini dipelopori oleh Cleisthenes dari keluarga bangsawan Alkmaionid, yang dikenal sebagai Bapak Demokrasi Athena. Ia mengembangkan sistem ini untuk mengatasi konflik politik di kalangan bangsawan yang menindas rakyat. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan berada di tangan rakyat, meskipun pada waktu itu hanya warga laki-laki Athena yang merdeka dan berusia di atas 18 tahun yang diizinkan untuk berpartisipasi. Mereka memiliki hak untuk memberikan suara dalam Ekklesia, atau majelis umum, yang menentukan kebijakan di kota tersebut.

Di Athena, terdapat juga Boule, atau Dewan 500, yang beranggotakan 500 orang yang mewakili sepuluh suku di Athena. Tugas Boule adalah mempersiapkan pertemuan Ekklesia dan melaksanakan tugas administrasi, sementara Heliaia berfungsi sebagai pengadilan rakyat yang terdiri dari juri yang dipilih secara acak untuk menyelesaikan masalah hukum.

Namun, sistem demokrasi ini tidak luput dari kritik. Salah satu kritikusnya, Socrates, berpendapat bahwa demokrasi memiliki kelemahan dalam pemilihan pemimpin. Ia mengibaratkan pemerintahan dengan kapal, menekankan bahwa kita seharusnya memilih nahkoda yang berkompeten, bukan sembarang orang. Pandangannya ini menunjukkan perlunya keahlian dan kompetensi dalam posisi pemerintahan.

Demokrasi Athena bertahan selama beberapa dekade, tetapi akhirnya menghadapi berbagai tantangan yang menyebabkan keruntuhannya. Perang Peloponnesos, yang berlangsung hampir 30 tahun antara Liga Delos yang dipimpin oleh Athena dan Liga Peloponnesos yang dipimpin oleh Sparta, membawa kehancuran ekonomi, ketidakstabilan politik, dan penderitaan besar bagi rakyat. Pada tahun 404 SM, Athena kalah dalam perang tersebut, dan sebagai akibatnya, pemerintahannya jatuh ke tangan oligarki yang dikenal sebagai “Tiga Puluh Tiran.” Pemerintahan ini bersikap represif, membatasi kebebasan warga, dan melakukan kekerasan terhadap pendukung demokrasi.

Setelah satu tahun, demokrasi berhasil dipulihkan pada tahun 403 SM melalui pemberontakan yang dipimpin oleh Thrasybulus. Meskipun demikian, pemulihan ini mengungkapkan betapa rapuhnya sistem demokrasi dan betapa mudahnya ia terguncang oleh krisis politik. Beberapa reformasi diterapkan untuk memperkuat kembali demokrasi, tetapi dampak Perang Peloponnesos terus membayangi Athena.

Selanjutnya, Athena menghadapi ancaman baru dari Makedonia di bawah Raja Filipus II. Pada tahun 338 SM, Athena beserta sekutunya, Thebes, kalah dalam Pertempuran Khaironeia, yang menandai akhir dari kebebasan politik Athena. Meskipun bentuk demokrasi tetap ada di bawah pengawasan Makedonia, kekuasaan Athena semakin terpinggirkan. Setelah kematian Filipus II, Alexander Agung melanjutkan dominasi atas Athena dan seluruh Yunani. Pada tahun 146 SM, ketika Roma mulai memperluas pengaruhnya, Athena jatuh di bawah kekuasaan Romawi, yang menandai akhir dari kemerdekaan politik dan demokrasi Athena.

Meskipun demokrasi Athena menghadapi banyak tantangan, ide-ide demokrasi terus mempengaruhi sejarah politik dan pemikiran dunia. Momen-momen penting ini memberikan inspirasi bagi berbagai bentuk pemerintahan demokrasi di masa depan, termasuk di Indonesia. Sejak berdirinya pada tahun 1945, demokrasi telah menjadi sistem politik yang dianut oleh Indonesia, mulai dari kepemimpinan presiden pertama, Ir. Soekarno, hingga pemilihan presiden yang akan datang pada tahun 2024, dimana Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka terpilih melalui proses demokrasi.

Demokrasi, meskipun memiliki kerentanan, tetap menjadi fondasi penting dalam pembangunan politik di berbagai belahan dunia.

Penulis: Zidan Malik Hidayat, Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, FISP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

Unggulan

LAINNYA