KRIMINAL | TD – Kecanggihan teknologi Artificial Intelegence (AI) yang banyak menolong manusia menyelesaikan berbagai pekerjaannya, ternyata juga membawa beberapa dampak negatif. Salah satunya adalah deepfake porn.
Fenomena deepfake porn merupakan penyalahgunaan AI yang memanfaatkan wajah seseorang, yang biasanya dilakukan tanpa izin atau disebut non konsensual, untuk mengolah video menggunakan program perangkat lunak AI yang disebut deep learning.
Dalam program tersebut, AI akan mempelajari ciri-ciri wajah, yaitu fitur-fiturnya, prediksi tingkah laku termasuk cara berbicara.
Kemudian outputnya tentu adalah video, pict, serta audio yang telah dimanipulasi. Dan bila ada bagian tubuh yang dipamerkan, maka dapat diperkirakan bahwa hal tersebut tidak asli atau menggunakan gambar terpisah dari wajah yang digunakan.
Pada laman hukumonline, deepfake porn adalah tindakan rekayasa gambar dan video yang ilegal. Kejahatan deepfake porn dapat dikelompokkan sebagai Kekerasan Gender Berbasis Online yang dapat menyebabkan kerugian psikologis, diasingkan secara sosial, kerugian ekonomi, dan keterbatasan mobilitas bagi para korban yang wajahnya dimanfaatkan oleh dalang deepfake porn.
Gawatnya, pelanggaran teknologi AI ini ternyata belum mempunyai sanksi hukum yang dikhususkan oleh pemerintah Indonesia.
Meskipun begitu, ada beberapa pasal terdapat UU ITE yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku kejahatan deepfake porn mengenai agen elektronik, yang secara karakteristik mempunyai kemiripan dengan teknologi tersebut.
Pasal-pasal tersebut adalah:
1. UU 19 tahun 2016 pasal 1 angka 8 yang menyatakan teknologi kecerdasan buatan sebagai agen elektronik atau suatu sistem yang digunakan untuk melakukan suatu tindakan atas dasar informasi elektronik tertentu secara otomatis yang diperintahkan oleh seseorang.
2. UU ITE pasal 27 ayat 1 mengenai pelarangan pendistribusian atau pentransmisian dokumen elektronik yang memiliki muatan pelanggaran kesusilaan.
3. UU 19 tahun 2016 pasal 45 ayat 1 mengenai ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda maksimal satu miliar rupiah.
Selain itu, terdapat pasal dalam UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) mengenai perekayasaan gambar dan video yang memanfaatkan wajah orang lain. Yakni pada pasal 66 diatur bahwa membuat pemalsuan data pribadi yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi dan merugikan orang lain dapat dipidana penjara selama 6 tahun dan denda sebanyak 6 miliar rupiah.
UU Pornografi, pada pasal 4 ayat 1, juga menyatakan bahwa perbuatan memproduksi dan menyebarluaskan pornografi adalah terlarang. Hal tersebut dapat diberi sanksi hukuman penjara selama 6 bulan hingga 12 tahun, dan denda sebanyak 250 juta hingga 6 miliar rupiah, sesuai dengan pasal 29.
Selain itu terdapat aturan baru dalam KUHP, yakni UU 1 tahun 2023 pasal 407. Sanksi hukum bagi kegiatan pengadaan dan penyebarluasan pornografi adalah penjara selama 6 bulan hingga 10 tahun, dengan denda sebesar 200 juta hingga 2 miliar rupiah. Aturan dalam KUHP ini diberlakukan sebagi pengganti UU ITE dan UU tahun 2016 sejak tahun 2026.
Meskipun peraturan-peraturan di atas telah dapat digunakan untuk menjerat aksi deepfake porn, tetapi tetap diperlukan aturan yang lebih spesifik lagi untuk menjamin setiap orang terlindungi dari pemalsuan data pribadi yang digunakan dalam konten pornografi. (Pat)