Menenun Asa dari Nazar: Rahasia 23 Tahun Rumah Dunia Melahirkan “Singa” Literasi di Tanah Banten

waktu baca 4 minutes
Senin, 22 Des 2025 12:15 0 Nazwa

OPINI | TD – Di sebuah sudut Sumurpecung, Kota Serang, sebuah bangunan berdiri bukan sekadar sebagai tumpukan bata, melainkan sebagai monumen hidup dari sebuah janji masa muda. TBM Rumah Dunia, yang kini telah melahirkan 42 angkatan penulis, menyimpan rahasia tentang bagaimana sebuah “nazar” atau janji spiritual mampu mengubah wajah literasi di Tanah Jawara.

Janji Putih Abu-Abu: Sebuah Nazar yang Menjadi Fondasi

Saat duduk dibangku SD, sang pendiri, Gol A Gong, mengalami kecelakaan yang menyebabkan tangannya harus diamputasi. Namun, musibah tidak memungut semangatnya dalam membaca buku, banyak gagasan-gagasan dalam dirinya yang tak tertuangkan. Kemudian suatu hari, Gol A Gong melihat Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta, pendiri dari Gelanggang Remaja di Jakarta.

Terinspirasi dari Ali Sadikin, ia justru melahirkan sebuah janji besar. “Ya Allah, kalau aku sukses jadi penulis, akan aku bangun Gelanggang Remaja di Banten seperti Ali Sadikin bikin di Jakarta. Dan saya akan memudahkan orang-orang Banten yang ingin belajar menulis, jurnalistik, sastra, dan film.” ujar Rudi Rustiadi, Ketua Rumah Dunia saat ini, mengutip nazar sang mentor. Nazar ini terinspirasi dari sosok Ali Sadikin yang membangun Gelanggang Remaja di Jakarta. Gol A Gong ingin membawa semangat serupa ke Banten agar masyarakatnya memiliki akses gratis untuk mengembangkan bakat.

Strategi “Kosan Gratis” dan Militansi Relawan

Fakta unik yang terungkap dari wawancara adalah cara Rumah Dunia membangun militansi relawannya di masa awal. Di tengah rendahnya minat menulis masyarakat Banten kala itu, Gol A Gong menggunakan strategi “jemput bola”. Ia datang langsung ke UKM-UKM kampus seperti UKM Prima untuk merekrut relawan.

Namun, “senjata” utamanya adalah tawaran tempat tinggal. “Strateginya Mas Gong rekrut relawan… iming-imingnya itu ada, kalau mau jadi relawan ada kosan gratis,” kata Bang Rudi. Para mahasiswa yang kesulitan membayar kos diizinkan tinggal di mess Rumah Dunia. Sebagai gantinya, mereka bertugas menjaga kebersihan, mengelola kegiatan, sambil ditempa menjadi penulis profesional. Pola “belajar sambil mengabdi” inilah yang menciptakan ikatan emosional kuat yang melampaui sekadar guru dan murid.

“Singa” yang Ditempa di Tengah Kesederhanaan

Para peserta yang datang ke Rumah Dunia seringkali mengalami culture shock. Wahyu, seorang siswa SMA yang menjadi peserta kelas menulis, menceritakan pengalamannya saat pertama kali bertemu mentor.

“Pematerinya datang bawa pancingan, baju kusam, kelihatan kayak nggak mandi,” ujar Wahyu. Namun, di balik penampilan sederhana itu, ia menemukan pelajaran yang sangat mudah dipahami dan suasana yang egaliter. Di sini, tidak ada sekat antara pemateri dan peserta, mereka berbicara dengan bahasa akrab “gue-elu” untuk membangun kedekatan.

Metode pembelajarannya pun menyenangkan dan praktis, peserta diwajibkan melakukan praktik lapangan dan revisi langsung oleh mentor. Outputnya tidak main-main, untuk lulus dari kelas selama 4 bulan ini, peserta wajib menyelesaikan tulisan yang layak muat dalam buku antologi bersama.

Dari Anak Sore Menjadi Pengajar

Regenerasi di Rumah Dunia terjadi secara organik dan mengharukan. Kak Fajri, salah satu pengurus sekaligus relawan, mengungkapkan bahwa banyak fasilitator ibu-ibu di Rumah Dunia saat ini dulunya adalah anak-anak yang belajar di “Kelas Sore”.

“Dari kecil belajar, pas udah dewasa mereka yang ngajarin adik-adiknya,” kata Kak Fajri. Sistem estafet ini juga berlaku di kelas menulis, di mana alumni angkatan sebelumnya yang dianggap berhasil akan ditarik menjadi asisten untuk mengajar angkatan berikutnya. Hal ini membuktikan bahwa Rumah Dunia berhasil menenun ekosistem literasi yang mandiri.

Dampak Nyata TBM Rumah Dunia: Menguasai Jurnalistik Banten

Rumah Dunia telah benar-benar melahirkan “Singa” yang menguasai rimba informasi di Banten. Hampir seluruh wartawan di media besar seperti Radar Banten dan Banten Pos memiliki akar di Rumah Dunia. Bahkan, talenta-talenta di balik film nasional seperti “Balada Si Roy”, “Yuni”, hingga penulis skenario nasional merupakan alumni dari komunitas ini.

Dampak ekonominya pun nyata melalui media berhonor seperti Golagongkreatif.com dan Kurungbuka.com, yang memberikan wadah sekaligus penghargaan finansial bagi tulisan-tulisan populer para peserta.

Penulis: Nasywa Azarine Maheswari, Mahasiswi Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Islam, Fakultas Ushuluddin dan Adab, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten. (*)

LAINNYA