Khansa Azkya Ghania. (Foto: Dok. Pribadi)OPINI | TD — Perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan. Jika beberapa dekade lalu proses pembelajaran masih mengandalkan papan tulis dan kapur, kini ruang kelas telah bertransformasi menjadi lingkungan yang lebih dinamis dan digital. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, sementara siswa dapat mengakses berbagai materi pembelajaran melalui perangkat digital dan internet.
Integrasi teknologi dalam pendidikan menciptakan peluang besar bagi guru untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih menarik, interaktif, dan efisien. Video edukatif di platform seperti YouTube, misalnya, memungkinkan siswa memahami materi melalui visualisasi yang lebih konkret. Selain itu, siswa dapat memperluas pengetahuan mereka melalui konten-konten yang mungkin belum sempat dijelaskan oleh guru di kelas.
Salah satu manfaat paling signifikan dari pendidikan berbasis teknologi adalah kemudahan akses. Pada masa lalu, siswa yang tinggal di daerah terpencil sering kali kesulitan mendapatkan bahan ajar berkualitas atau tenaga pendidik yang memadai. Namun, hadirnya internet dan platform pembelajaran digital seperti Ruangguru, CoLearn, maupun AlternatifA membuka kesempatan bagi siapa saja untuk memperoleh materi pelajaran secara lebih merata. Bahan ajar menjadi lebih lengkap, tersusun rapi, dan dapat dipelajari kapan pun sesuai kebutuhan siswa.
Namun demikian, pemanfaatan teknologi dalam pendidikan juga menghadirkan sejumlah tantangan. Kesenjangan digital masih menjadi persoalan nyata, terutama di Indonesia. Tidak semua siswa memiliki akses internet yang memadai, dan masih banyak wilayah yang mengalami pasokan listrik tidak stabil. Hambatan ini menunjukkan bahwa transformasi digital belum dapat dinikmati secara merata oleh seluruh kelompok masyarakat.
Selain itu, penggunaan perangkat digital juga menimbulkan risiko gangguan konsentrasi. Notifikasi media sosial dapat dengan mudah mengalihkan fokus siswa saat sedang belajar. Kebiasaan membuka aplikasi hiburan tanpa disadari dapat mengurangi efektivitas pembelajaran. Di sisi lain, pendidik pun sering menghadapi kesulitan dalam mengontrol perilaku siswa di ruang digital, terutama terkait perundungan daring (cyberbullying) atau kecanduan gawai.
Dalam konteks inilah literasi digital menjadi sangat penting. Pendidikan berbasis teknologi tidak hanya membutuhkan perangkat dan akses internet, tetapi juga regulasi, pendampingan, serta pemahaman etis tentang penggunaan teknologi. Literasi digital sejak dini diperlukan agar siswa mampu memanfaatkan teknologi secara produktif dan bertanggung jawab.
Secara keseluruhan, pendidikan berbasis teknologi merupakan penggerak utama dalam peningkatan kualitas pembelajaran di era digital. Namun, teknologi bukan satu-satunya jawaban; ia perlu dikelola secara bijak agar tidak menimbulkan dampak negatif. Ke depannya, integrasi antara teknologi dan pendekatan pedagogi tradisional dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih komprehensif, efektif, dan manusiawi. Melalui kolaborasi antara guru, siswa, dan teknologi, pendidikan masa depan dapat menjadi lebih inklusif dan bermakna bagi semua.
Penulis: Khansa Azkya Ghania
Mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)