Generasi Penentu Arah Bangsa: Peran Strategis Pemuda dalam Politik Indonesia

waktu baca 4 minutes
Sabtu, 18 Okt 2025 15:48 0 Nazwa

OPINI | TD — Perkembangan politik Indonesia beberapa tahun terakhir menampilkan wajah baru yang lebih segar dan dinamis. Fenomena keterlibatan anak muda dalam dunia politik kini semakin nyata. Dari kursi legislatif hingga eksekutif, muncul figur-figur muda yang berani mengambil tanggung jawab besar dalam menentukan arah kebijakan publik. Kaum muda kini tak lagi hanya menjadi penonton demokrasi, tetapi juga pelaku utama dalam menentukan masa depan bangsa.

Salah satu tonggak penting yang membuka ruang lebih luas bagi generasi muda adalah Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 23 P/HUM/2024, yang mengubah tafsir batas usia calon kepala daerah. Jika sebelumnya, sesuai PKPU No. 9 Tahun 2020, usia minimal calon gubernur atau wakil gubernur ditetapkan 30 tahun dan calon bupati atau wali kota 25 tahun sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, kini perhitungannya bergeser menjadi usia pada saat pelantikan. Artinya, pemimpin muda yang belum mencapai batas usia pada saat pendaftaran kini memiliki peluang untuk tetap maju, selama ketika dilantik nanti usianya memenuhi syarat.

Regenerasi Politik dan Peluang Emas bagi Generasi Muda

Putusan ini dinilai sebagai langkah progresif untuk mempercepat regenerasi politik. Selama ini, dunia politik Indonesia kerap didominasi oleh tokoh-tokoh senior yang sulit digantikan. Dengan adanya aturan baru ini, peluang generasi muda untuk berpartisipasi secara aktif di pemerintahan menjadi lebih besar.

Bagi pendukung kebijakan ini, usia muda bukanlah hambatan. Justru, mereka melihat semangat muda sebagai kekuatan: lebih adaptif terhadap teknologi, cepat dalam mengambil keputusan, dan berani berinovasi. Sebaliknya, kelompok yang menolak putusan ini berpendapat bahwa pengalaman politik tidak dapat digantikan oleh semangat semata. Mereka khawatir aturan ini dimanfaatkan oleh elite politik untuk mengusung “boneka muda” yang populer namun belum matang secara politik.

Kritik dan dukungan tersebut menunjukkan bahwa regenerasi politik bukan hanya soal usia, tetapi juga soal kualitas kepemimpinan dan integritas moral.

Pemimpin Muda dan Wajah Baru Politik Indonesia

Munculnya pemimpin muda seperti Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi wakil presiden termuda dalam sejarah Indonesia, menjadi simbol nyata perubahan generasi dalam politik nasional. Selain Gibran, ada pula Bobby Afif Nasution, Gubernur Sumatera Utara yang menjabat di usia 33 tahun, serta Aditya Mufti Ariffin, Wali Kota Banjarbaru yang mulai memimpin di usia 37 tahun. Figur-figur ini menjadi bukti bahwa generasi muda mampu memimpin dan membawa semangat baru dalam tata kelola pemerintahan.

Pemimpin muda cenderung memiliki cara pandang yang berbeda dalam menghadapi tantangan zaman. Mereka lebih dekat dengan rakyat, memanfaatkan media sosial untuk berkomunikasi secara dua arah, dan memiliki kepekaan terhadap isu-isu lingkungan, kesetaraan, serta pendidikan. Pola kepemimpinan mereka yang terbuka dan digital-minded menjadikan pemerintahan lebih transparan, cepat tanggap, dan berorientasi pada pelayanan publik.

Tantangan: Dari Euforia ke Substansi

Namun, euforia politik kaum muda juga menyimpan tantangan besar. Tidak sedikit yang menilai bahwa sebagian pemuda terjun ke dunia politik bukan karena visi kebangsaan, melainkan karena faktor popularitas. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah kehadiran mereka benar-benar membawa perubahan, atau hanya sekadar “wajah baru” bagi sistem lama yang belum berubah?

Inilah tantangan utama politik generasi muda: bagaimana mereka mampu membuktikan diri bukan sekadar simbol, tetapi juga pelaku perubahan nyata. Untuk itu, dibutuhkan pembinaan dan pendidikan politik yang kuat sejak dini. Partai politik, lembaga pendidikan, dan masyarakat harus bersama-sama menciptakan ekosistem politik yang sehat—tempat di mana ide, integritas, dan kompetensi lebih dihargai daripada pencitraan dan popularitas.

Sinergi Lintas Generasi Menuju Demokrasi Maju

Keterlibatan pemuda dalam politik bukan berarti menyingkirkan generasi tua, melainkan menciptakan sinergi lintas generasi. Yang muda membawa semangat, kreativitas, dan gagasan segar; sementara yang tua membawa kebijaksanaan, pengalaman, dan strategi. Jika dua kekuatan ini berpadu, politik Indonesia bisa melahirkan kepemimpinan yang lebih visioner, inklusif, dan berorientasi jangka panjang.

Putusan MA No. 23 P/HUM/2024 menjadi simbol perubahan menuju demokrasi yang lebih partisipatif. Kini, bola ada di tangan generasi muda. Mereka memiliki kesempatan besar untuk membuktikan bahwa politik bukan sekadar perebutan kekuasaan, tetapi ruang untuk berjuang demi kepentingan rakyat.

Penutup: Saatnya Pemuda Jadi Penggerak Bangsa

Peran pemuda dalam politik adalah keniscayaan sejarah. Dari masa kemerdekaan hingga kini, pemuda selalu menjadi motor penggerak perubahan. Tantangan zaman mungkin berubah, tetapi semangat idealisme dan keberanian untuk berinovasi tetap relevan.

Dengan ruang yang kini terbuka lebar, generasi muda harus berani melangkah maju. Bukan sekadar untuk tampil, tetapi untuk membuktikan bahwa masa depan bangsa ini bisa lebih baik di tangan mereka. Politik bukan hanya milik yang berpengalaman, tetapi juga milik mereka yang memiliki visi, integritas, dan tekad untuk melayani.

Penulis: Nashita Khoirun Nisa
Mahasiswi Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

LAINNYA