OPINI | TD — Munculnya Verrell Bramasta dalam dunia politik Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia bukan hanya figur publik dari dunia hiburan, melainkan simbol munculnya generasi baru dalam politik: generasi Z. Dengan karakter yang digital-native, kritis, dan menuntut politik yang lebih bersih serta transparan, kehadiran Verrell mencerminkan pergeseran budaya politik ke arah yang lebih inklusif dan generasional. Pertanyaannya kini: mampukah ia mengubah popularitas menjadi kredibilitas?
Artis yang terjun ke politik bukan fenomena baru di Indonesia. Rhoma Irama, Dede Yusuf, hingga Desy Ratnasari adalah contoh tokoh publik yang menyeberang ke dunia kebijakan. Namun, Verrell Bramasta menghadirkan warna berbeda. Ia datang dengan citra sebagai anak muda yang bersih, modern, dan dekat dengan isu-isu generasi Z.
Bukan hanya membawa nama besar, Verrell membawa potensi sebagai jembatan antara politik formal dan generasi muda yang selama ini dianggap apatis terhadap urusan pemerintahan. Inilah yang menjadikannya lebih dari sekadar “artis yang nyaleg”, melainkan representasi generasi baru yang siap menantang wajah lama politik Indonesia.
Verrell memiliki kekuatan awal berupa popularitas. Basis penggemar dari dunia hiburan adalah modal sosial yang bisa dikonversi menjadi modal politik—selama dikelola dengan cerdas. Dalam pandangan Pierre Bourdieu, ini adalah bentuk kapital simbolik yang bisa memberi pengaruh nyata dalam kontestasi politik.
Namun, pemilih muda zaman sekarang tak lagi mudah terpesona oleh nama besar. Mereka menuntut konsistensi, integritas, dan pemahaman isu. Tantangan utama bagi Verrell adalah membuktikan bahwa ia tidak hanya menumpang tenar, tetapi juga mampu menyampaikan visi politik yang berpihak pada rakyat, terutama anak muda.
Generasi Z adalah pemilih baru yang tidak bisa diabaikan. Mereka lahir dan tumbuh bersama teknologi digital, terbiasa mengakses informasi cepat, dan memiliki kepedulian tinggi terhadap isu-isu seperti:
Namun, ironi terbesar adalah: meski vokal di media sosial, tingkat partisipasi politik Gen Z dalam jalur formal—seperti pemilu dan organisasi politik—masih rendah. Di sinilah Verrell berpotensi masuk sebagai penghubung. Ia bisa membawakan narasi politik dengan gaya yang sesuai dengan selera Gen Z: visual, cepat, emosional, dan lugas.
Banyak yang meragukan keseriusan artis yang masuk ke politik. Mereka dicurigai hanya memanfaatkan panggung politik untuk eksistensi, bukan untuk melayani rakyat.
Verrell akan dihadapkan pada tuntutan intelektual dan etika yang tinggi. Rakyat ingin tahu: apakah dia paham soal legislasi? Apakah ia siap bicara soal anggaran, hukum, atau kebijakan publik?
Sebagai anak dari politisi senior, Verrell juga tak luput dari tudingan politik dinasti. Ini bisa menjadi batu sandungan jika ia tak mampu membuktikan diri sebagai sosok mandiri.
Verrell punya citra sebagai anak muda yang santun, cerdas, dan dekat dengan kehidupan generasi sekarang. Ia bisa menjadi contoh bahwa politik tidak harus tua, kaku, atau penuh intrik.
Dengan pemanfaatan platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, Verrell bisa menyampaikan pesan politik dengan cara yang jauh lebih efisien dan langsung menyasar pemilih muda.
Berbeda dari politisi tradisional, Verrell bisa mengangkat isu-isu seperti teknologi digital, green economy, mental health awareness, dan digital entrepreneurship—yang selama ini kurang tersentuh dalam kebijakan nasional.
Generasi Z menginginkan pemimpin yang bersih, terbuka, dan transparan. Verrell selama ini dikenal dengan gaya hidup sehat dan citra yang bebas skandal. Jika ia mampu menjaga konsistensi ini, maka ia bukan hanya bisa menjadi representasi Gen Z, tetapi juga panutan yang menunjukkan bahwa politik bisa dijalankan dengan moral.
Verrell Bramasta adalah simbol munculnya generasi baru dalam politik Indonesia. Tapi lebih dari itu, ia adalah pengingat bahwa politik tidak boleh dikuasai elite lama selamanya. Harus ada wajah baru yang menyuarakan harapan generasi muda, menghadirkan narasi yang lebih segar, dan mendobrak pola lama yang stagnan.
Tapi simbol tidak cukup. Yang dibutuhkan sekarang adalah konsistensi, kapasitas, dan keberanian untuk membawa perubahan nyata. Jika Verrell bisa melampaui statusnya sebagai selebritas dan menjelma menjadi negarawan muda, maka ia akan membuka jalan bagi ratusan anak muda lain untuk percaya: politik bukan hanya untuk yang senior, tapi juga untuk mereka yang muda, berani, dan peduli.
Penulis: Ivanudin Efansyah
Mahasiswa Semester 1, Pengantar Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)