MBG: Solusi Gizi Anak atau Ladang Baru Korupsi?

waktu baca 3 minutes
Jumat, 3 Okt 2025 12:19 0 Nazwa

OPINI | TD — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah pada awal 2025 menjadi langkah strategis sekaligus visioner dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam waktu kurang dari delapan bulan, program ini telah menjangkau lebih dari 20 juta penerima manfaat—mulai dari anak sekolah hingga ibu hamil dan menyusui—sebagai bentuk intervensi gizi yang komprehensif. Target ambisius mencapai 82,9 juta penerima manfaat pada akhir tahun menunjukkan keseriusan pemerintah mengoptimalkan dampak program secara luas.

Keberhasilan MBG tidak hanya tercermin dari jumlah penerima, tetapi juga dari pendekatan holistik yang digunakan. Pemanfaatan bahan pangan lokal memperkuat ketahanan pangan sekaligus memberdayakan petani dan UMKM. Dampaknya bukan hanya pada peningkatan gizi, melainkan juga pada penguatan ekonomi lokal. Pelaksanaan program melalui dapur sekolah dan pusat komunitas dengan standar mutu yang ketat menegaskan upaya menjaga kualitas sekaligus keamanan pangan bagi penerima manfaat.

Namun, keberhasilan kuantitatif saja tidak cukup. MBG perlu memastikan dampak jangka panjang berupa peningkatan status gizi, kesehatan, dan kualitas hidup anak-anak Indonesia. Tanpa transparansi dan konsistensi dalam pengelolaan, program ini berisiko kehilangan arah dan kepercayaan publik.

Tujuan dan Manfaat MBG

Program MBG dirancang tidak hanya untuk mengatasi masalah stunting, anemia, dan kekurangan gizi, tetapi juga sebagai fondasi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kecukupan gizi yang diberikan sejak dini diyakini dapat mendukung prestasi akademik, kecerdasan kognitif, serta daya saing generasi mendatang di era global.

Selain manfaat kesehatan, MBG juga mengintegrasikan pendidikan karakter. Anak-anak diajarkan kebersihan, kedisiplinan, serta etika makan sehat. Dengan demikian, program ini berkontribusi pada pembentukan perilaku sosial yang positif sejak dini.

Dari sisi ekonomi, MBG menciptakan efek berantai positif. Pemanfaatan bahan pangan lokal memperkuat sektor pertanian dan usaha kecil menengah, sehingga manfaat program meluas ke masyarakat secara ekonomi maupun sosial. MBG menjadi jembatan sinergi antara sektor kesehatan, pendidikan, dan ekonomi demi terwujudnya visi Indonesia Emas 2045.

Tantangan dan Kontroversi

Meski penuh harapan, MBG menghadapi sejumlah tantangan serius:

  • Kasus Keracunan Massal
    Insiden keracunan siswa akibat makanan berkualitas rendah menimbulkan kekhawatiran tentang lemahnya pengawasan mutu. Kasus ini membuktikan bahwa standar keamanan pangan harus ditegakkan lebih ketat.
  • Isu Korupsi dan Penyalahgunaan Dana
    Dugaan korupsi dalam pengadaan dan distribusi bahan makanan mencoreng citra MBG. Laporan mengenai penyalahgunaan dana, praktik kolusi, dan kurangnya transparansi memperkuat anggapan bahwa program vital ini berpotensi diselewengkan. Jika dibiarkan, MBG bisa berubah menjadi ladang rente politik, merugikan negara sekaligus merampas hak anak-anak Indonesia.

Kontroversi ini menimbulkan dilema: apakah MBG akan tercatat sebagai tonggak keberhasilan nasional, atau justru menjadi catatan kelam akibat lemahnya pengawasan dan integritas penyelenggara?

Respon Pemerintah

Pemerintah berupaya menepis keraguan publik dengan langkah-langkah korektif: audit keuangan rutin, pengawasan ketat distribusi bahan pangan, hingga melibatkan masyarakat dan lembaga anti-korupsi dalam pengawasan. Namun, efektivitas kebijakan ini sepenuhnya bergantung pada konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaannya. Kepercayaan publik tidak cukup dibangun dengan janji, melainkan melalui praktik transparansi yang nyata.

Harapan ke Depan

Keberhasilan MBG sangat bergantung pada sinergi berbagai pihak: pemerintah pusat dan daerah, masyarakat sipil, serta sektor swasta. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pondasi utama agar dana dan sumber daya yang besar benar-benar sampai ke penerima manfaat.

Partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan MBG menjadi kunci agar program ini tidak hanya menjadi proyek pemerintah, tetapi juga gerakan kolektif bangsa. Dengan pengawasan publik yang kuat, MBG dapat berfungsi sebagaimana mestinya: memperbaiki gizi anak-anak Indonesia, membentuk generasi sehat, cerdas, dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045.

Penulis: Sheilanisa Lukman, mahasiswa semester 1 mata kuliah Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP UNTIRTA. (*)

LAINNYA