Dilema IKN: Pembangunan Ibu Kota Baru dan Jeritan Anggaran Daerah

waktu baca 3 minutes
Kamis, 2 Okt 2025 09:17 0 Nazwa

OPINI | TD – Proyek ambisius Ibu Kota Nusantara (IKN) terus bergulir, menyita perhatian publik sekaligus alokasi dana negara. Namun di balik gegap gempita narasi nasional, tersimpan dilema klasik yang kian memanas: perebutan anggaran antara kebutuhan IKN dan prioritas pembangunan daerah.

Alokasi masif dari APBN untuk IKN menimbulkan kekhawatiran bahwa program-program daerah terancam terpinggirkan. Infrastruktur rusak, fasilitas kesehatan terbatas, hingga problem kemiskinan di pelosok negeri berisiko tak tersentuh jika dana tersedot ke megaproyek ibu kota baru. Pertanyaannya: bagaimana pemerintah menyeimbangkan ambisi memindahkan pusat pemerintahan dengan kewajiban memenuhi hak-hak dasar rakyat di daerah?

Beban APBN dan Risiko Crowding Out

IKN digadang-gadang sebagai motor pemerataan ekonomi dan pusat pertumbuhan baru. Namun, hingga kini ketergantungan terhadap APBN masih dominan. Minimnya partisipasi swasta membuat beban fiskal kian berat, memunculkan risiko crowding out—tergesernya anggaran untuk sektor esensial di luar IKN.

Pemerintah menargetkan investasi besar dari dalam maupun luar negeri, tetapi realisasinya masih jauh dari ekspektasi. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius: seberapa lama APBN bisa menopang proyek sebesar ini tanpa mengorbankan kebutuhan daerah?

Audit BPK dan Sorotan Tata Kelola

Proyek berskala raksasa selalu rentan terhadap masalah tata kelola. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan adanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran di lapangan. Tanpa transparansi dan pengawasan ketat, efisiensi penggunaan anggaran negara sulit dijamin, bahkan rawan korupsi.

Peran DPR dan Solusi KPBU

Dalam hal pengawasan, DPR memegang peran strategis melalui Komisi V (Infrastruktur) dan Komisi XI (Keuangan). Perdebatan di Senayan mencerminkan tarik-menarik antara ambisi nasional dan kebutuhan nyata daerah.

Untuk meredakan tekanan fiskal, pemerintah mendorong skema alternatif pendanaan seperti Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) serta investasi asing. Skema non-APBN ini diharapkan menjadi tulang punggung jangka panjang agar APBN tidak terus terbebani.

Tiga Solusi Strategis

Agar pembangunan IKN berjalan tanpa mengorbankan kepentingan daerah, setidaknya ada tiga langkah strategis yang perlu ditempuh:

1. Optimalisasi Pendanaan Non-APBN

  • Percepat realisasi KPBU sebagai sumber utama pembiayaan.
  • Berikan insentif fiskal dan non-fiskal untuk menarik investor global.
  • Maksimalkan peran Lembaga Pengelola Investasi (INA) dalam menggaet dana internasional.

2. Jaminan Fiskal untuk Daerah

  • Lindungi alokasi minimal APBN untuk sektor esensial di daerah, terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
  • Terapkan prinsip twinning: setiap investasi besar di IKN harus disertai inisiatif sejenis di wilayah terpencil.

3. Penguatan Tata Kelola dan Transparansi

  • Terapkan mekanisme ring-fenced budget agar alokasi IKN dipisahkan dan dipertanggungjawabkan secara terbuka.
  • Perkuat pengawasan multilapisan oleh BPK dan DPR sejak tahap perencanaan hingga implementasi.

Penutup

Pembangunan IKN sah sebagai agenda nasional, namun harus berjalan seiring dengan jaminan pemenuhan hak dasar masyarakat. Kesuksesan IKN bukan hanya diukur dari megahnya infrastruktur, melainkan juga dari seberapa adil dan akuntabel tata kelola anggarannya.

Jika dikelola dengan transparansi dan keseimbangan yang tepat, IKN bisa menjadi simbol pemerataan, bukan sekadar proyek yang menambah beban APBN.

Penulis: Suci Dwi Maharani, Mahasiswa Semester 1, Pengantar Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP UNTIRTA. (*)

LAINNYA