SAINS | TD – Pedas merupakan salah satu sensasi rasa yang sangat disukai di berbagai belahan dunia. Dari sambal khas Nusantara hingga saus pedas ala Meksiko, cabai menjadi bahan utama yang mampu memberikan rasa unik sekaligus tantangan bagi para penikmatnya. Namun, bagaimana sebenarnya kepedasan pada cabai diukur secara ilmiah? Jawabannya terletak pada Skala Scoville, sebuah sistem yang dikembangkan untuk menilai tingkat kepedasan berdasarkan kandungan senyawa capsaicin.
Skala Scoville adalah metode pengukuran kepedasan cabai yang ditemukan oleh seorang ahli farmasi asal Amerika Serikat, Wilbur Scoville, pada tahun 1912. Sistem ini digunakan untuk mengetahui berapa banyak Scoville Heat Unit (SHU) yang terkandung pada suatu cabai. SHU sendiri menunjukkan kadar capsaicin, yaitu senyawa aktif yang menyebabkan sensasi panas, pedas, bahkan rasa terbakar pada mulut dan lidah.
Awalnya, pengukuran ini dilakukan dengan uji organoleptik, yaitu mencampurkan ekstrak cabai dengan larutan gula, kemudian meminta panelis mencicipinya. Jumlah pengenceran yang diperlukan hingga rasa pedas tidak lagi terasa akan menentukan tingkat SHU cabai tersebut. Misalnya, jika suatu cabai membutuhkan pengenceran 1.000 kali hingga rasa pedas hilang, maka cabai itu memiliki tingkat kepedasan 1.000 SHU.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, cara tersebut dinilai kurang akurat karena bergantung pada sensitivitas manusia yang berbeda-beda. Kini, pengukuran skala Scoville dilakukan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC), sebuah teknologi yang dapat menghitung kadar capsaicin secara lebih presisi dan objektif.
Berikut adalah beberapa contoh cabai beserta tingkat kepedasannya berdasarkan Skala Scoville:
Pengukuran tingkat kepedasan cabai bukan hanya untuk kepentingan kuliner. Ada beberapa alasan penting di baliknya:
Skala Scoville bukan hanya sekadar angka, tetapi juga menjadi panduan penting dalam memahami dan mengelola rasa pedas pada cabai. Dengan adanya standar ini, masyarakat dapat lebih bijak dalam memilih tingkat kepedasan sesuai kebutuhan, sementara industri makanan dapat menjaga keamanan sekaligus menghadirkan variasi rasa yang sesuai dengan selera. (*)