OPINI | TD — Kurikulum kebahagiaan hidup adalah perangkat dan perencanaan yang menggambarkan visi dan misi tujuan hidup seseorang dalam menggapai keridhoan Allah SWT. Proses ini dimulai ketika seseorang bangun dari tidur, mengevaluasi hasil yang dilakukan kemarin, dan berusaha untuk memperbaiki diri dengan mengucapkan, “Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami setelah kematian dan suatu saat nanti akan dibangkitkan kembali.”
Kurikulum kebahagiaan hidup dalam Islam berfokus pada upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan hati dan menjalani keseimbangan dalam kehidupan melalui aspek ibadah, hubungan sosial, dan interaksi dengan alam semesta. Kebahagiaan adalah keadaan pikiran dan perasaan senang, baik secara lahiriah maupun batiniah. Dalam bahasa Arab, kebahagiaan disebut “Sa’adah.”

Ilustrasi tambahan. (Foto: Dok. Pribadi Penulis)
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa kebahagiaan adalah kondisi spiritual seseorang yang berada pada puncaknya ketakwaan kepada Sang Pencipta. Kebahagiaan sejati dihasilkan oleh diri sendiri; memiliki harta benda atau jabatan tidak menjamin kebahagiaan. Sebagai contoh, jika kekayaan bisa membuat hidup bahagia, maka Adolf Merckle, orang terkaya dari Jerman, tidak akan menabrakan dirinya ke kereta api. Begitu juga, jika ketenaran bisa menjamin kebahagiaan, Michael Jackson tidak akan overdosis akibat obat tidur. Dan jika kekuasaan bisa menjadikan seseorang bahagia, G. Bargas, mantan presiden Brazil, tidak akan mengakhiri hidupnya dengan cara tragis.
Rumus hidup bahagia tidak ditentukan oleh seberapa kaya, terkenal, atau berkuasa seseorang, tetapi oleh sikap hati yang selalu bersyukur. Allah berfirman dalam Al Qur’an surat 3 ayat 200, “Dan bertakwalah kepada Allah agar kamu bahagia serta mendapat keberuntungan.”
Adapun komponen kurikulum kebahagiaan dalam Islam meliputi:
- Mendekatkan Diri kepada Allah: Konsistensi dalam beribadah, bersyukur atas nikmat-Nya, berbuat baik, dan menjauhi kemaksiatan.
- Menjaga Hati (Qolbun Salim): Membersihkan hati, mengenal diri, dan memperbanyak istighfar untuk mendapatkan kesabaran, petunjuk, dan keistiqomahan dalam beribadah.
- Pola Kehidupan Seimbang: Mengingat Allah dengan dzikir, bekerja jujur, menjaga hubungan sosial, dan melestarikan alam.
Dengan menjalankan komponen kebahagiaan ini, insya Allah akan menghasilkan:
- Hati yang selalu bersyukur, atau Qolbun Syakirun.
- Pasangan hidup yang sholeh dan sholeha, atau Azwaju Sholih.
- Keturunan yang taat dan berbakti kepada Allah dan orang tua, atau Auladul Abror.
- Lingkungan yang baik dan mendukung, atau Bi’atus Sholih.
Semoga kita mampu mengevaluasi kurikulum kehidupan ini untuk mencapai kebahagiaan hakiki yang diridhoi oleh Allah. Aamiin. Wallahu a’lam bishawwab.
Penulis: Dr. Zulkifli, MA. (*)