EKBIS| TD – Di tengah gejolak pasar saham dan ketidakpastian ekonomi global, instrumen investasi berisiko rendah seperti obligasi kembali menarik perhatian. Tak hanya institusi keuangan, kini investor ritel di Indonesia pun mulai melirik obligasi sebagai alternatif investasi jangka menengah hingga panjang.
Kecenderungan ini diperkuat dengan tingginya minat terhadap penerbitan obligasi pemerintah dan korporasi dalam beberapa bulan terakhir. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa penawaran Surat Berharga Negara (SBN) ritel terus mencatatkan oversubscribed sejak awal tahun.
Dikutip dari thegringochapin.com, Obligasi merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan kepada investor, dengan janji pembayaran bunga (kupon) secara berkala serta pelunasan pokok pada jatuh tempo. Dibandingkan saham yang sangat fluktuatif, obligasi menawarkan kepastian arus kas yang stabil, menjadikannya ideal untuk investor yang mengedepankan keamanan.
Menurut Ekonom Senior Bank Mandiri, Dendi Ramdani, obligasi menjadi opsi investasi yang bijak di saat ketidakpastian tinggi. “Obligasi, khususnya jenis negara seperti ORI dan SR, tidak hanya memberikan kupon tetap, tetapi juga relatif aman karena dijamin pemerintah. Hal ini memberi rasa nyaman bagi investor, terutama pemula,” jelasnya.
Seperti yang dikutip dari https://www.thegringochapin.com/, Minat masyarakat terhadap obligasi ritel seperti Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Sukuk Ritel (SR) meningkat pesat. Hal ini tak lepas dari kemudahan akses pembelian yang kini tersedia melalui berbagai platform digital, serta edukasi keuangan yang semakin gencar dilakukan oleh otoritas dan pelaku pasar.
Sebagai contoh, pada penawaran ORI025 yang dibuka pada April 2024, Kementerian Keuangan berhasil menghimpun dana sebesar Rp 26 triliun, dengan lebih dari 80.000 investor berpartisipasi—mayoritas di antaranya merupakan investor baru.
“Sekarang beli obligasi semudah belanja online. Tinggal klik di aplikasi, verifikasi KYC, dan transfer dana. Semua transparan dan praktis,” ujar Sinta (34), investor ritel asal Yogyakarta yang rutin membeli SBN sejak pandemi.
Berikut beberapa alasan mengapa obligasi semakin digemari oleh investor individu:
Obligasi menawarkan kupon atau bunga yang dibayarkan secara rutin, biasanya setiap bulan atau setiap 3 bulan. Ini memberikan kepastian arus kas yang tidak dimiliki oleh instrumen lain seperti saham.
Obligasi pemerintah nyaris bebas risiko gagal bayar. Sedangkan obligasi korporasi biasanya memiliki peringkat kredit yang dapat dijadikan acuan oleh investor.
Obligasi ritel dapat diperjualbelikan di pasar sekunder, memberikan fleksibilitas bagi investor yang ingin mencairkan dananya sebelum jatuh tempo.
Sukuk Ritel yang berbasis syariah bebas riba dan cocok bagi investor yang mencari instrumen keuangan sesuai prinsip Islam. Pajak bunga sukuk pun relatif lebih ringan.
Menempatkan sebagian dana pada obligasi membantu investor mendiversifikasi risiko. Saat pasar saham jatuh, pendapatan dari kupon obligasi tetap mengalir.
Tak hanya obligasi negara, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan (obligasi korporasi) juga menunjukkan peningkatan minat. Dengan imbal hasil yang lebih tinggi dibanding SBN, obligasi korporasi memberikan peluang return yang menarik. Namun, risiko gagal bayar harus menjadi perhatian utama.
“Investor perlu memeriksa peringkat kredit dari lembaga pemeringkat seperti Pefindo atau Fitch Ratings. Jangan hanya tergiur kupon tinggi. Kredibilitas penerbit dan tujuan penggunaan dana juga penting diketahui,” jelas Mira Wijaya, analis pasar modal dari Investindo Sekuritas.
Banyak perusahaan besar seperti BCA Finance, Adira Dinamika, dan PLN rutin menerbitkan obligasi dengan tenor 3 hingga 5 tahun, dan menawarkan kupon di atas rata-rata deposito bank.
Melihat potensi pertumbuhan pasar obligasi ritel, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) terus menggalakkan program edukasi keuangan. Kampanye “Investasi Aman, Mudah, dan Terjangkau” digencarkan melalui media sosial, webinar, hingga kerja sama dengan e-commerce.
Direktur Surat Utang Negara, Dwi Irianti, menuturkan bahwa literasi keuangan menjadi kunci keberhasilan pengembangan pasar obligasi ritel. “Kami ingin masyarakat paham bahwa investasi di obligasi bukan hanya untuk kalangan atas. Mulai dari Rp 1 juta, siapa pun bisa ikut mendukung pembangunan nasional,” katanya dalam sebuah forum edukasi.
Meski tren positif terus berlangsung, pasar obligasi ritel masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan informasi di daerah, kurangnya agen penjual di luar kota besar, dan rendahnya literasi finansial di kalangan masyarakat awam.
Namun, dengan digitalisasi dan komitmen dari regulator, harapan pertumbuhan tetap terbuka lebar. Seiring meningkatnya kesadaran publik terhadap pentingnya perencanaan keuangan, obligasi diyakini akan menjadi bagian penting dari portofolio keuangan masa depan masyarakat Indonesia.
Obligasi bukan sekadar surat utang, tetapi instrumen investasi strategis yang menawarkan keamanan, kepastian, dan imbal hasil stabil. Dengan dukungan regulasi yang progresif, kemudahan akses digital, serta kampanye edukatif yang masif, obligasi kini menjelma menjadi pilihan cerdas bagi siapa pun yang ingin membangun masa depan finansial yang lebih aman dan mapan
Di tengah gejolak pasar saham dan ketidakpastian ekonomi global, instrumen investasi berisiko rendah seperti obligasi kembali menarik perhatian. Tak hanya institusi keuangan, kini investor ritel di Indonesia pun mulai melirik obligasi sebagai alternatif investasi jangka menengah hingga panjang.
Kecenderungan ini diperkuat dengan tingginya minat terhadap penerbitan obligasi pemerintah dan korporasi dalam beberapa bulan terakhir. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa penawaran Surat Berharga Negara (SBN) ritel terus mencatatkan oversubscribed sejak awal tahun.
Dikutip dari thegringochapin.com, Obligasi merupakan surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan kepada investor, dengan janji pembayaran bunga (kupon) secara berkala serta pelunasan pokok pada jatuh tempo. Dibandingkan saham yang sangat fluktuatif, obligasi menawarkan kepastian arus kas yang stabil, menjadikannya ideal untuk investor yang mengedepankan keamanan.
Menurut Ekonom Senior Bank Mandiri, Dendi Ramdani, obligasi menjadi opsi investasi yang bijak di saat ketidakpastian tinggi. “Obligasi, khususnya jenis negara seperti ORI dan SR, tidak hanya memberikan kupon tetap, tetapi juga relatif aman karena dijamin pemerintah. Hal ini memberi rasa nyaman bagi investor, terutama pemula,” jelasnya.
Seperti yang dikutip dari https://www.thegringochapin.com/, Minat masyarakat terhadap obligasi ritel seperti Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Sukuk Ritel (SR) meningkat pesat. Hal ini tak lepas dari kemudahan akses pembelian yang kini tersedia melalui berbagai platform digital, serta edukasi keuangan yang semakin gencar dilakukan oleh otoritas dan pelaku pasar.
Sebagai contoh, pada penawaran ORI025 yang dibuka pada April 2024, Kementerian Keuangan berhasil menghimpun dana sebesar Rp 26 triliun, dengan lebih dari 80.000 investor berpartisipasi—mayoritas di antaranya merupakan investor baru.
“Sekarang beli obligasi semudah belanja online. Tinggal klik di aplikasi, verifikasi KYC, dan transfer dana. Semua transparan dan praktis,” ujar Sinta (34), investor ritel asal Yogyakarta yang rutin membeli SBN sejak pandemi.
Berikut beberapa alasan mengapa obligasi semakin digemari oleh investor individu:
Obligasi menawarkan kupon atau bunga yang dibayarkan secara rutin, biasanya setiap bulan atau setiap 3 bulan. Ini memberikan kepastian arus kas yang tidak dimiliki oleh instrumen lain seperti saham.
Obligasi pemerintah nyaris bebas risiko gagal bayar. Sedangkan obligasi korporasi biasanya memiliki peringkat kredit yang dapat dijadikan acuan oleh investor.
Obligasi ritel dapat diperjualbelikan di pasar sekunder, memberikan fleksibilitas bagi investor yang ingin mencairkan dananya sebelum jatuh tempo.
Sukuk Ritel yang berbasis syariah bebas riba dan cocok bagi investor yang mencari instrumen keuangan sesuai prinsip Islam. Pajak bunga sukuk pun relatif lebih ringan.
Menempatkan sebagian dana pada obligasi membantu investor mendiversifikasi risiko. Saat pasar saham jatuh, pendapatan dari kupon obligasi tetap mengalir.
Tak hanya obligasi negara, obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan (obligasi korporasi) juga menunjukkan peningkatan minat. Dengan imbal hasil yang lebih tinggi dibanding SBN, obligasi korporasi memberikan peluang return yang menarik. Namun, risiko gagal bayar harus menjadi perhatian utama.
“Investor perlu memeriksa peringkat kredit dari lembaga pemeringkat seperti Pefindo atau Fitch Ratings. Jangan hanya tergiur kupon tinggi. Kredibilitas penerbit dan tujuan penggunaan dana juga penting diketahui,” jelas Mira Wijaya, analis pasar modal dari Investindo Sekuritas.
Banyak perusahaan besar seperti BCA Finance, Adira Dinamika, dan PLN rutin menerbitkan obligasi dengan tenor 3 hingga 5 tahun, dan menawarkan kupon di atas rata-rata deposito bank.
Melihat potensi pertumbuhan pasar obligasi ritel, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) terus menggalakkan program edukasi keuangan. Kampanye “Investasi Aman, Mudah, dan Terjangkau” digencarkan melalui media sosial, webinar, hingga kerja sama dengan e-commerce.
Direktur Surat Utang Negara, Dwi Irianti, menuturkan bahwa literasi keuangan menjadi kunci keberhasilan pengembangan pasar obligasi ritel. “Kami ingin masyarakat paham bahwa investasi di obligasi bukan hanya untuk kalangan atas. Mulai dari Rp 1 juta, siapa pun bisa ikut mendukung pembangunan nasional,” katanya dalam sebuah forum edukasi.
Meski tren positif terus berlangsung, pasar obligasi ritel masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan informasi di daerah, kurangnya agen penjual di luar kota besar, dan rendahnya literasi finansial di kalangan masyarakat awam.
Namun, dengan digitalisasi dan komitmen dari regulator, harapan pertumbuhan tetap terbuka lebar. Seiring meningkatnya kesadaran publik terhadap pentingnya perencanaan keuangan, obligasi diyakini akan menjadi bagian penting dari portofolio keuangan masa depan masyarakat Indonesia.
Obligasi bukan sekadar surat utang, tetapi instrumen investasi strategis yang menawarkan keamanan, kepastian, dan imbal hasil stabil. Dengan dukungan regulasi yang progresif, kemudahan akses digital, serta kampanye edukatif yang masif, obligasi kini menjelma menjadi pilihan cerdas bagi siapa pun yang ingin membangun masa depan finansial yang lebih aman dan mapan. (*)