KESEHATAN MENTAL | TD – Pernahkah seseorang merasakan pertentangan antara pikiran dan emosi dalam diri? Di satu sisi, diri ingin merasa tenang, tetapi di sisi lain, ada kecemasan, kemarahan, atau kekecewaan yang sulit diabaikan. Hidup memang penuh tantangan, tetapi kuncinya bukanlah menghindari emosi negatif, melainkan belajar untuk beradaptasi dengan mereka.
Konsep ini dikenal sebagai emotional agility, yaitu kemampuan untuk beradaptasi secara emosional tanpa terjebak dalam drama perasaan. Konsep ini diperkenalkan oleh psikolog Susan David dan semakin relevan di dunia yang penuh tekanan saat ini.
Berbeda dengan positive thinking yang mendorong kita untuk selalu berpikir positif, emotional agility mengajarkan kita untuk menerima semua emosi—baik yang positif maupun negatif, dan meresponsnya dengan cara yang sehat. Misalnya, saat merasa sedih, alih-alih menyembunyikannya dengan senyuman palsu atau mengalihkan perhatian, kita diajak untuk mengakui kesedihan tersebut, memahami penyebabnya, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai kita.
Dengan melatih emotional agility, kita tidak lagi dikuasai oleh emosi, tetapi juga tidak menolaknya. Kita menjadi lebih tangguh, lebih sadar akan tujuan, dan lebih mampu membuat keputusan yang bijak meskipun dalam keadaan emosional yang sulit. Ini bukan berarti kita menjadi kebal, tetapi kita menjadi lebih fleksibel—dan itulah kekuatan sejati. (Nazwa/Pat)