TANGERANG | TD – Kebijakan penghapusan penjual eceran Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram oleh Menteri ESDM Bahlil Bahlil Lahadalia disorot oleh Direktur Eksekutif Gerilya Institute, Subkhan AS.
Subkhan menegaskan, kebijakan ini merugikan usaha warung rakyat. Dia justru mendorong Pemerintah untuk melakukan audit terhadap Pertamina guna mencegah kebocoran dalam penyaluran subsidi LPG 3 kg.
PT Pertamina (Persero), kata dia, sebagai perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan kuota subsidi LPG 3 kg secara tepat sasaran, perlu diaudit secara menyeluruh. Direktur Eksekutif Gerilya Institute, Subkhan AS, menduga bahwa kebocoran tersebut disebabkan oleh lemahnya pengawasan Pertamina dalam mengelola rantai distribusi LPG 3 kg subsidi dari hulu hingga hilir.
“Ada baiknya pemerintah melakukan audit terhadap Pertamina terlebih dahulu. Jangan sampai usaha warung rakyat menjadi korban. Audit harus dilakukan hingga ke akar-akarnya. Jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” cetusnya, Selasa, 4 Februari 2025.
Subkhan menambahkan bahwa kebijakan terbaru ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengidentifikasi persoalan utama. Akibatnya, alih-alih mencegah penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran, usaha warung rakyat, khususnya pengecer, justru menjadi korban.
“Apakah mungkin warung pengecer menjadi penyebab utama kebocoran subsidi LPG 3 kg? Sejauh yang saya tahu, jumlah LPG yang mereka jual pun terbatas,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menilai bahwa kebijakan penghapusan peran warung pengecer LPG 3 kg subsidi sebagai upaya untuk mencegah kebocoran subsidi bukanlah solusi yang tepat, mengingat jumlah LPG subsidi yang mereka jual juga terbatas.
“Peran warung pengecer LPG 3 kg subsidi sejauh ini sangat membantu masyarakat, terutama di pemukiman yang jauh dari akses perdagangan. Sebagian besar warung pengecer juga berfungsi sebagai warung sembako,” ucapnya.
Meskipun demikian, Subkhan menyatakan dukungannya terhadap upaya pemerintah dalam memperbaiki jalur distribusi penyaluran LPG 3 kg subsidi untuk menekan jumlah penyaluran yang tidak tepat sasaran, namun tidak dengan menghilangkan keberadaan warung pengecer LPG.
“Walaupun bukan sebagai sumber utama pendapatan, penjualan LPG 3 kg subsidi cukup memberikan tambahan pemasukan bagi warung pengecer yang juga menjual sembako,” tambahnya.
“Warung pengecer hanya tahu menjual. Namun, pihak hulu yang lebih memahami berapa jumlah kuota pasokan gas yang harus didistribusikan. Oleh karena itu, audit Pertamina dan audit rantai pasokan serta distribusinya sangat diperlukan,” pungkasnya. (*)