PRISMA | TD – Perayaan Imlek, atau Tahun Baru Cina, merupakan salah satu festival yang paling meriah dan kaya akan simbolisme. Setiap elemen yang dihadirkan dalam perayaan ini memiliki makna dan filosofi yang mendalam. Dari makanan yang disajikan hingga hiasan yang dipasang, semuanya dirancang untuk mendatangkan keberuntungan dan kemakmuran bagi keluarga.
Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai simbol keberuntungan yang sering dijumpai selama perayaan Imlek, seperti ikan, naga, dan beberapa simbol lainnya, serta makna filosofis yang terkandung di dalamnya.
Ikan merupakan salah satu simbol yang paling populer dalam perayaan Imlek. Dalam bahasa Mandarin, kata “ikan” (鱼, yú) memiliki bunyi yang mirip dengan kata “kelimpahan” atau “kekayaan” (余, yú). Ini menciptakan asosiasi yang kuat antara ikan dan keberuntungan finansial. Dalam konteks perayaan, ikan sering kali disajikan dalam bentuk hidangan utuh, seperti ikan kukus yang dihidangkan dalam keadaan utuh, yang melambangkan keutuhan, kesejahteraan, dan kelimpahan yang berkelanjutan sepanjang tahun.
Selain itu, ikan juga memiliki makna penting dalam tradisi. Dalam banyak kebudayaan, ikan dianggap sebagai simbol ketahanan dan kesabaran. Dalam konteks Imlek, ikan yang melawan arus di sungai mengingatkan kita akan pentingnya ketekunan dan kerja keras dalam meraih tujuan hidup. Oleh karena itu, saat menyantap ikan pada malam Tahun Baru, keluarga berdoa agar tahun yang akan datang dipenuhi dengan keberuntungan dan kesuksesan.
Naga adalah simbol yang sangat penting dalam budaya Tionghoa dan sering dipandang sebagai makhluk yang membawa keberuntungan. Berbeda dengan banyak budaya lain yang menggambarkan naga sebagai makhluk jahat, dalam budaya Tionghoa, naga dianggap sebagai simbol kekuatan, kebijaksanaan, dan perlindungan. Dalam konteks Imlek, naga sering kali muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari hiasan hingga pertunjukan tarian naga yang megah.
Naga juga dianggap sebagai pelindung dan pembawa hujan, yang sangat penting untuk pertanian. Dalam tradisi Tionghoa, hujan dianggap sebagai tanda berkah dan kesuburan. Oleh karena itu, kehadiran naga dalam perayaan Imlek melambangkan harapan akan hasil panen yang melimpah dan kemakmuran. Menggambarkan sifat keberanian dan semangat juang, naga menjadi lambang aspirasi banyak orang untuk mencapai pencapaian yang lebih tinggi dalam kehidupan mereka.
Salah satu tradisi yang paling dikenal dalam perayaan Imlek adalah pemberian angpao, atau amplop merah berisi uang. Angpao diberikan oleh orang yang lebih tua kepada yang lebih muda sebagai simbol berbagi keberuntungan dan berkah. Warna merah sendiri dipilih karena melambangkan kebahagiaan, keberuntungan, dan perlindungan dari roh jahat. Dalam banyak tradisi, merah adalah warna yang membawa keberuntungan, dan memberikan angpao dalam amplop merah dianggap sebagai cara untuk menyebarkan keberuntungan kepada penerimanya.
Pemberian angpao juga mencerminkan nilai-nilai keluarga dan solidaritas dalam masyarakat Tionghoa. Melalui tradisi ini, diharapkan setiap individu dapat saling mendukung dan berbagi kebahagiaan. Selain itu, jumlah uang yang diberikan dalam angpao sering kali dipilih dengan hati-hati, dengan menghindari angka-angka yang dianggap tidak beruntung, seperti angka 4 yang bunyinya mirip dengan kata “mati” dalam bahasa Mandarin.
Kue keranjang, atau nian gao, adalah makanan khas yang banyak disajikan selama perayaan Imlek. Kue ini terbuat dari tepung ketan yang diolah menjadi adonan lengket dan manis, kemudian dikukus hingga matang. Kata “nian” (年) berarti tahun, sedangkan “gao” (糕) berarti kue, tetapi juga memiliki bunyi yang mirip dengan kata “tinggi” (高). Oleh karena itu, nian gao melambangkan harapan untuk mencapai tingkat keberhasilan yang lebih tinggi di tahun yang baru.
Kue keranjang juga melambangkan kesatuan dan kebersamaan, karena biasanya dibagikan di antara anggota keluarga dan teman. Dalam tradisi, menyantap nian gao selama Imlek diharapkan dapat membawa kemakmuran dan keberuntungan yang terus-menerus bagi keluarga. Kue ini juga sering kali menjadi simbol untuk mengingat kenangan masa lalu dan menjalin hubungan yang lebih erat dengan keluarga.
Bunga, terutama bunga peony dan bunga plum, juga memiliki makna khusus dalam perayaan Imlek. Bunga peony dianggap sebagai simbol kekayaan, kehormatan, dan keberuntungan, sementara bunga plum melambangkan ketahanan dan keindahan yang bertahan di tengah kesulitan. Kehadiran bunga dalam dekorasi Imlek menciptakan suasana yang ceria dan penuh harapan. Bunga-bunga ini sering kali digunakan untuk menghias rumah sebagai tanda penyambutan tahun baru yang penuh kebahagiaan.
Lonceng juga memiliki makna penting dalam tradisi Imlek. Lonceng sering kali dipasang di pintu rumah dengan harapan agar suara lonceng dapat mengusir roh jahat dan menarik energi positif. Suara lonceng yang berbunyi dianggap sebagai tanda bahwa keberuntungan sedang mendekat. Dalam beberapa tradisi, lonceng juga diibaratkan sebagai alat untuk menyambut tahun baru, melambangkan transisi dari tahun lama ke tahun baru yang penuh harapan.
Tak kalah pentingnya, simbol keluarga juga sangat menonjol dalam perayaan Imlek. Keluarga adalah inti dari perayaan ini, di mana semua anggota berkumpul untuk merayakan, berbagi makanan, dan berdoa bersama. Dalam budaya Tionghoa, keluarga memiliki posisi yang sangat penting dan dihormati. Melalui perayaan Imlek, diharapkan setiap individu dapat mengingat pentingnya hubungan keluarga serta nilai-nilai saling mendukung dan menghormati satu sama lain
Sebagai kesimpulan, perayaan Imlek bukan sekadar sebuah festival tahunan, tetapi juga merupakan momen refleksi, harapan, dan berbagi kebahagiaan. Simbol-simbol seperti ikan, naga, angpao, nian gao, bunga, lonceng, dan nilai-nilai keluarga menggambarkan harapan akan keberuntungan, kemakmuran, dan kebersamaan.
Setiap simbol memiliki makna filosofis yang mendalam, mencerminkan perjalanan hidup, kerja keras, dan aspirasi yang diharapkan dapat dicapai di tahun yang baru. Dengan memahami filosofi di balik simbol-simbol ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan budaya dan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita, serta meneruskan nilai-nilai tersebut kepada generasi mendatang. (Nazwa/Pat)