Dari Korupsi ke Keadilan: Upaya Menghadapi Penyalahgunaan Kekuasaan di Riau

waktu baca 4 menit
Kamis, 28 Nov 2024 19:44 0 127 Redaksi

OPINI | TD — Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh pemerintah di Provinsi Riau menjadi masalah yang serius dan sudah lama mendapat perhatian publik. Sebagai provinsi yang kaya akan sumber daya alam, terutama di sektor kelapa sawit, minyak, dan gas, Riau seharusnya mampu memanfaatkan potensi ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sayangnya, banyak kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah lebih menguntungkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu dibandingkan kepentingan masyarakat luas. Praktik korupsi sering kali mengiringi penyalahgunaan kekuasaan ini, menyebabkan kerugian besar dalam pembangunan dan mengganggu kualitas hidup masyarakat.

Kasus Korupsi di Riau

Perjalanan Dinas Fiktif Sekretariat DPRD Riau

Salah satu contoh paling mencolok adalah kasus perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD Riau, yang merugikan negara hingga Rp2,34 miliar. Pada kasus ini, Tengku Fauzan Tambusai ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Modus yang dilakukan tersangka, ketika menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Riau yaitu memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode September – Desember 2022 di Sekretariat DPRD Riau.Tersangka diduga mengambil uang yang bersumber dari APBD Provinsi Riau kepada Sekretariat DPRD Riau dengan total Rp2,3 miliar lebih.

Penyalahgunaan Dana Hibah KONI

Kasus lain yang tak kalah memprihatinkan adalah penyalahgunaan dana hibah KONI Kabupaten Kuantan Singingi, Riau tahun 2022. Kasus ini diusut setelah adanya tindak lanjut atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Polisi menduga adanya indikasi korupsi hibah Pemkab Kuansing kepada KONI sebanyak Rp 15 miliar. Uang tersebut digunakan tidak sesuai peruntukan.Pencairan anggaran yang sarat dengan dugaan korupsi ini menyoroti lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan dana hibah yang seharusnya digunakan untuk memajukan olahraga di daerah. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Riau menjadi sinyal bahwa evaluasi dan audit perlu ditingkatkan untuk mencegah penyimpangan serupa di masa mendatang.

Proyek Mangkrak Gedung UIN Sultan Syarif Kasim II

Di sisi lain, proyek pembangunan yang mangkrak di UIN Sultan Syarif Kasim II juga menambah daftar panjang kehilangan yang dialami negara. Kerugian sebesar Rp7,6 miliar menjadi catatan pahit bagi masyarakat, terutama bagi mahasiswa dan tenaga pendidik yang seharusnya menikmati fasilitas yang layak. Penetapan tersangka terhadap pengelola keuangan BLU menunjukkan bahwa ada tanggung jawab yang harus diambil di tingkat individu. Namun, kita perlu bertanya: apakah konsekuensi yang diterima sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan?

Korupsi Dana Desa Kelayang, Kecamatan Rakit Kulim

Menyentuh aspek yang lebih lokal, korupsi dana Desa Kelayang, Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, Provinsi Riau menjadi sinyal betapa menjoloknya praktik korupsi ini bahkan sampai ke tingkat desa. Seorang kepala desa, yang seharusnya menjadi panutan, justru terjerat dalam penggelapan Rp471 juta pada tahun 2022. Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, malah digunakan untuk kepentingan pribadi. Kasus ini menunjukkan bahwa korupsi bukan hanya masalah besar yang melibatkan pejabat tinggi, tetapi juga dapat menjangkit hingga ke akar rumput pemerintahan.

Dampak Penyalahgunaan Kekuasaan

Penyalahgunaan kekuasaan ini berdampak luas pada masyarakat. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Konsekuensinya, infrastruktur yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi tertunda atau terbengkalai. Ketidakpuasan ini dapat memicu protes sosial dan berpotensi mengganggu stabilitas politik di daerah tersebut.

Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pun menurun, yang berujung pada apatisme dan ketidakpercayaan dalam partisipasi politik. Ketika masyarakat merasa tidak memiliki suara, mereka cenderung tidak terlibat dalam proses demokrasi, yang berpotensi mengabaikan hak-hak mereka sebagai warga negara.

Upaya Menuju Keadilan

Mengatasi penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi di Riau bukanlah hal yang mudah. Meskipun lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berupaya memberantas korupsi, praktik tersebut tetap terjadi. Oleh karena itu, penegakan hukum yang lebih ketat, transparansi dalam pengelolaan anggaran, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan adalah langkah-langkah penting.

Pendidikan mengenai integritas dan kejujuran harus ditanamkan sejak dini kepada aparatur pemerintah dan masyarakat. Selain itu, meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan anggaran daerah dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan transparan.

Penutup

Dari korupsi ke keadilan di Provinsi Riau adalah tantangan serius yang membutuhkan perhatian dan tindakan tegas dari semua pihak. Dengan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik, Riau dapat mengurangi praktik korupsi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan publik yang adil dan transparan, tanpa terpengaruh oleh hubungan pribadi atau kepentingan golongan tertentu.

Keberhasilan dalam melawan korupsi tidak hanya akan membawa Riau ke arah pembangunan yang lebih baik, tetapi juga akan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Melibatkan masyarakat dalam proses pemerintahan adalah langkah krusial untuk mencapai tata kelola yang sehat dan efektif. Dengan upaya bersama, Riau bisa menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengatasi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, menuju keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi semua.

Penulis: Muhammad Ilham Adi Nugroho, Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. (*)

LAINNYA