Bahaya Doom Spending: Gen Z Wajib Waspada Agar Tidak Terjerumus ke Dalam Kemelaratan

waktu baca 9 menit
Rabu, 25 Sep 2024 22:58 0 206 Redaksi

EDUKASI | TD – Di era digital saat ini, Generasi Z (Gen Z) menghadapi berbagai tantangan yang unik, mulai dari isu lingkungan hingga ketidakpastian ekonomi. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang serba cepat, di mana informasi dapat diakses dengan mudah, namun sering kali juga disertai dengan tekanan yang luar biasa. Salah satu perilaku yang semakin menonjol di kalangan Gen Z adalah doom spending. Perilaku ini merujuk pada pengeluaran impulsif yang dilakukan sebagai respons terhadap stres dan ketidakpastian, yang sering kali dipicu oleh berita negatif dan perubahan sosial. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam tentang apa itu doom spending, mengapa Gen Z rentan terhadapnya, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk menghindari jebakan ini. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang perilaku ini, diharapkan Gen Z dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih bijak dan menghindari kemelaratan di masa depan.

Apa Itu Doom Spending?

Doom spending adalah perilaku pengeluaran yang cenderung impulsif dan tidak terencana, sering kali dilakukan sebagai cara untuk mengatasi perasaan stres, cemas, atau tidak berdaya. Perilaku ini muncul ketika individu merasa tertekan dan mencari penghiburan melalui barang-barang konsumeris. Dalam konteks Gen Z, mereka sering kali merasa terperangkap dalam siklus berita buruk, mulai dari krisis iklim hingga ketidakpastian politik dan ekonomi. Ketika menghadapi tantangan tersebut, mereka mungkin merasa bahwa belanja adalah cara yang cepat untuk merasakan kebahagiaan atau kepuasan, meskipun hanya untuk sementara waktu.

Doom spending sering kali melibatkan pembelian barang-barang yang tidak diperlukan, seperti pakaian, gadget, atau bahkan makanan yang tidak sehat. Meskipun belanja dapat memberikan dorongan emosional sesaat, efek jangka panjangnya dapat merugikan, terutama jika mengarah pada masalah keuangan. Dalam banyak kasus, Gen Z mungkin tidak menyadari bahwa perilaku ini dapat berkontribusi pada stres keuangan yang lebih besar di masa depan, seperti utang dan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar.

Perilaku ini sering kali diperburuk oleh kemudahan akses ke platform e-commerce dan media sosial yang mempromosikan gaya hidup konsumtif. Gen Z yang menghabiskan waktu berjam-jam di platform-platform ini cenderung terpapar pada iklan dan tren yang mendorong mereka untuk membeli barang-barang baru. Akibatnya, perilaku belanja ini dapat menjadi semakin tidak terkontrol, sehingga menghasilkan siklus pengeluaran yang merugikan.

Doom spending bukan hanya sekadar kebiasaan buruk; ia mencerminkan ketidakstabilan emosional dan psikologis yang lebih dalam. Saat Gen Z merasa terjebak oleh dunia yang tidak pasti, membeli barang-barang menjadi cara untuk berusaha mengontrol satu aspek dalam hidup mereka—meskipun itu bukanlah solusi yang berkelanjutan. Memahami apa itu doom spending adalah langkah pertama untuk mulai mencari cara yang lebih sehat dalam mengatasi stres dan ketidakpastian.

Mengapa Gen Z Rentan Terhadap Doom Spending?

Tekanan Sosial dan Media Sosial

Salah satu faktor utama yang menjadikan Gen Z rentan terhadap doom spending adalah tekanan sosial yang dihadapi mereka, terutama melalui media sosial. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Snapchat sering kali menampilkan gaya hidup glamor yang tidak selalu mencerminkan kenyataan. Ketika Gen Z melihat teman-teman mereka atau influencer yang terus-menerus memperlihatkan barang-barang baru atau pengalaman yang mahal, mereka mungkin merasa tidak puas dengan apa yang mereka miliki. Ini dapat menyebabkan perasaan cemburu dan dorongan untuk menghabiskan uang demi mengejar standar yang tidak realistis.

Dampak dari perbandingan sosial ini bisa sangat besar. Banyak Gen Z merasa tertekan untuk selalu terlihat baik dan memiliki barang-barang terbaru, sehingga mereka melakukan pembelian impulsif untuk memenuhi ekspektasi tersebut. Fenomena ini juga diperburuk oleh algoritma media sosial yang terus menerus menampilkan iklan yang disesuaikan dengan minat pengguna, sehingga memperkuat siklus belanja yang tidak sehat. Sebagai hasilnya, Gen Z mungkin merasa terjebak dalam perlombaan untuk memiliki lebih, tanpa mempertimbangkan konsekuensi finansial dari perilaku mereka.

Selain itu, media sosial juga menciptakan rasa urgensi. Banyak platform menerapkan teknik pemasaran yang memanfaatkan rasa takut kehilangan (FOMO) dengan menunjukkan bahwa barang-barang tertentu hanya tersedia dalam jumlah terbatas. Hal ini membuat Gen Z merasa perlu segera melakukan pembelian sebelum kehabisan, sering kali tanpa memikirkan apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau tidak. Ini bisa mengarah pada pengeluaran yang tidak terencana dan merugikan.

Dalam menghadapi tekanan sosial ini, penting bagi Gen Z untuk belajar bahwa nilai diri mereka tidak ditentukan oleh barang-barang yang mereka miliki. Dengan mengurangi konsumsi media sosial atau membatasi waktu yang dihabiskan di platform tersebut, mereka dapat mengurangi dampak negatif dari perbandingan sosial dan mulai mengambil langkah menuju pengelolaan keuangan yang lebih sehat.

Lingkungan Ekonomi yang Tidak Stabil

Kondisi ekonomi global yang tidak menentu juga berkontribusi terhadap perilaku doom spending di kalangan Gen Z. Banyak dari mereka tumbuh dalam era resesi, pengangguran tinggi, dan ketidakpastian ekonomi. Hal ini menciptakan rasa cemas dan putus asa mengenai masa depan, yang pada gilirannya dapat menyebabkan mereka mencari pelarian melalui belanja. Ketika dunia terasa tidak aman, menghabiskan uang untuk membeli barang-barang dapat memberikan perasaan sementara kontrol dan kenyamanan.

Lebih jauh, Gen Z sering kali menghadapi tanggung jawab keuangan yang lebih besar dibandingkan generasi sebelumnya. Biaya pendidikan yang tinggi, utang pelajar, dan harga rumah yang melambung membuat banyak dari mereka merasa tertekan. Dalam situasi seperti ini, belanja impulsif dapat muncul sebagai cara untuk mengatasi tekanan tersebut, meskipun itu hanya memberikan solusi jangka pendek. Mereka mungkin berpikir, “Jika saya tidak bisa mengontrol keuangan saya, setidaknya saya bisa mengontrol apa yang saya beli.”

Namun, ketidakstabilan ekonomi ini tidak hanya berpengaruh pada perilaku belanja; ia juga dapat memengaruhi kesehatan mental Gen Z. Ketika mereka merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar atau mencapai tujuan finansial, ini dapat menyebabkan depresi dan kecemasan, yang semakin memperkuat siklus doom spending. Dalam banyak kasus, mereka mungkin tidak menyadari bahwa belanja impulsif dapat memperburuk situasi keuangan mereka dan mengarah pada lebih banyak stres.

Membuat perubahan positif dalam cara mereka menangani keuangan adalah langkah penting bagi Gen Z. Dengan memahami bahwa belanja tidak selalu menjadi solusi untuk stres, mereka dapat mulai menemukan cara-cara yang lebih sehat untuk mengatasi ketidakpastian dan membangun masa depan yang lebih stabil.

Cara Menghindari Doom Spending

Membuat Anggaran dan Menetapkan Tujuan Keuangan

Salah satu langkah paling efektif untuk menghindari doom spending adalah dengan membuat anggaran dan menetapkan tujuan keuangan yang jelas. Dengan memiliki rencana keuangan yang baik, Gen Z dapat lebih bijak dalam mengelola pengeluaran mereka. Membuat anggaran mencakup daftar pemasukan dan pengeluaran bulanan, sehingga mereka dapat melihat dengan jelas di mana uang mereka digunakan. Ini juga membantu mereka untuk mengenali pola belanja yang tidak sehat dan membuat perubahan yang diperlukan.

Selain itu, menetapkan tujuan keuangan jangka pendek dan jangka panjang dapat memberikan motivasi tambahan untuk menghindari pengeluaran impulsif. Misalnya, jika seorang Gen Z ingin menabung untuk liburan atau membeli barang yang lebih besar, mereka akan lebih cenderung menghindari pembelian yang tidak perlu. Memiliki tujuan yang jelas juga membantu mereka untuk tetap fokus dan merasa lebih puas saat mereka mencapai keberhasilan tersebut.

Melacak pengeluaran sehari-hari juga merupakan cara yang baik untuk meningkatkan kesadaran finansial. Dengan memantau setiap transaksi, Gen Z dapat lebih memahami di mana uang mereka dihabiskan dan mengidentifikasi area di mana mereka dapat mengurangi pengeluaran. Aplikasi keuangan dan spreadsheet dapat membantu dalam proses ini, menjadikan pengelolaan keuangan lebih mudah dan lebih terstruktur.

Selain itu, penting untuk menyisihkan dana darurat. Mempunyai tabungan untuk keadaan darurat dapat mengurangi kecenderungan untuk berbelanja impulsif saat menghadapi situasi sulit. Dengan memiliki cadangan keuangan, Gen Z dapat merasa lebih aman dan tidak perlu mencari kenyamanan melalui belanja.

Mencari Alternatif untuk Mengatasi Stres

Menghindari doom spending juga memerlukan pendekatan yang lebih sehat dalam mengatasi stres dan emosi negatif. Banyak Gen Z yang menggunakan belanja sebagai pelarian, namun ada banyak alternatif yang lebih konstruktif untuk meredakan ketegangan. Aktivitas fisik, seperti olahraga, yoga, atau berjalan-jalan di taman, dapat membantu melepaskan endorfin dan meningkatkan suasana hati.

Selain itu, keterlibatan dalam hobi atau kegiatan kreatif seperti menggambar, menulis, atau bermain musik dapat menjadi cara yang efektif untuk mengekspresikan diri dan mengalihkan perhatian dari dorongan untuk belanja. Bekerja pada proyek-proyek yang menyenangkan dapat memberikan rasa pencapaian dan kepuasan, yang sering kali lebih berkelanjutan dibandingkan dengan kepuasan yang diberikan oleh belanja impulsif.

Bergabung dengan komunitas atau grup yang memiliki minat yang sama juga dapat memberikan dukungan sosial yang penting. Berinteraksi dengan orang lain yang menghadapi tantangan serupa dapat membantu Gen Z merasa lebih terhubung dan mengurangi rasa kesepian yang sering kali menjadi pemicu doom spending. Dalam komunitas ini, mereka dapat berbagi pengalaman, tips, dan strategi untuk mengatasi stres tanpa harus mengeluarkan uang.

Terakhir, teknik mindfulness atau kesadaran diri juga dapat membantu Gen Z dalam mengatasi kecenderungan untuk belanja impulsif. Dengan melatih diri untuk lebih sadar akan perasaan dan dorongan yang muncul, mereka dapat belajar untuk berhenti sejenak sebelum melakukan pembelian. Ini memberi mereka kesempatan untuk mempertimbangkan apakah pembelian tersebut benar-benar diperlukan atau hanya sebagai respons terhadap emosi negatif.

Menyadari Nilai Diri di Luar Materi

Memahami Pentingnya Nilai Diri

Salah satu hal yang paling penting untuk mencegah doom spending adalah memahami nilai diri yang tidak tergantung pada barang-barang materi. Gen Z sering kali terpapar terhadap narasi bahwa kebahagiaan dan status sosial dapat dicapai melalui kepemilikan barang-barang tertentu. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk menyadari bahwa nilai mereka sebagai individu tidak ditentukan oleh apa yang mereka miliki, tetapi lebih pada karakter, kemampuan, dan kontribusi mereka bagi masyarakat.

Melalui refleksi diri dan diskusi dengan teman atau keluarga, Gen Z dapat mulai membangun rasa percaya diri yang lebih kuat. Dengan memahami bahwa mereka memiliki potensi dan bakat yang unik, mereka dapat merasa lebih berharga tanpa harus membandingkan diri dengan orang lain. Ini dapat membantu mengurangi dorongan untuk berbelanja demi menunjukkan status sosial.

Pendidikan juga memainkan peran penting dalam menghentikan siklus doom spending. Gen Z perlu diberikan pemahaman tentang pengelolaan uang, investasi, dan nilai barang. Dengan memahami seluk-beluk ekonomi, mereka dapat membuat keputusan yang lebih bijak tentang pengeluaran dan menyadari konsekuensi finansial dari belanja impulsif.

Dengan menyadari bahwa kebahagiaan sejati tidak berasal dari kepemilikan materi, Gen Z dapat mulai mencari kebahagiaan dari sumber-sumber lain, seperti hubungan sosial yang kuat, pencapaian pribadi, dan kontribusi positif kepada orang lain. Kebahagiaan yang tidak tergantung pada barang-barang konsumeris akan membantu mereka menghindari jebakan doom spending dan membangun kehidupan yang lebih memuaskan.

Urgensi Literasi untuk Gen Z

Doom spending merupakan masalah yang serius bagi Gen Z, yang dapat mengakibatkan dampak jangka panjang pada kesejahteraan keuangan dan emosional. Dalam menghadapi berbagai tekanan sosial, ketidakpastian ekonomi, dan pengaruh media sosial, penting bagi mereka untuk menyadari perilaku ini dan mengambil langkah-langkah untuk menghindarinya. Dengan literasi membuat anggaran, menetapkan tujuan keuangan, mencari alternatif untuk mengatasi stres, dan menyadari nilai diri mereka di luar barang-barang materi, Gen Z dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih bijak dan membangun kehidupan yang lebih stabil dan memuaskan. Untuk itu, edukasi dan kesadaran diri menjadi kunci dalam menghadapi tantangan finansial di era modern ini. (Red)

Unggulan

LAINNYA